Untuk Membuat poster seperti diatas silahkan ambil bahanya disini 👇👇👇
MS. Media com
Berisi segala karya dari muid sidik
Minggu, 17 Januari 2021
Rabu, 24 Juni 2020
Cerpen Pemuda Jendela I
Air mata mengalir semakin deras kala menatap orang
yang paling ia sayangi kehilangan kesadaranya. Hidupnya telah berada pada
cengkraman cakar-cakar kematian. Ia melihat beberapa perawat dan dokter menekan
kuat kuat dada dan berusaha menggerakkan
daging sekepal yang menjadi tanda kehidupan.
“Mas, anaknya?”
“Iya Dok.”
“Sini Mas, bantu ayahnya”
Perasaanya semakin kacau kala kata
kata itu diucapkan. Dia adalah Kayana seorang pemuda yang sedang di rundung
kesedihan yang mendalam. Saat mengetahui ayahnya orang tua satu-satunya yang masih ada saat ibunya
telah mangkat terlebih dahulu sudah tak sadarkan kala di tangani oleh dokter
dalam sebuah rumah sakit.
“Asyhadu an La Ilaha Illa
Allah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”
Kaliamt itu yang
ia berulang kali ucapkan di telinga kanan ayahnya, yang sudah tentu berharap
kesadaran bukan sebuah kematian. Dalam
membisikan kalimat itu sesekali Kayana menatap dua perawat yang berusaha sekuat
tenaga menyadarkan kembali ayahnya. Akan tetapi pandanganya semakin tak
menentuu kala menatap wajah ayahnya yang tanpa sebuah exspresi meski pijat
jantung telah dilakukan. Aliran air matanya semakin menetes deras, dengan bisik
kata syahadat yang tidak pernah berhenti
ia utarakan bahkan hamper puluhan atau bahkan ratusan kali ia utarakan.
Seketika tepukan pundak itu menyadarkanya.
“Maaf Mas, kami
sudah berusaha sekuat tenaga akan tetapi ayahmu tidak bias tertolong lagi”
Tanpa sepatah
kata pun ia sudah tak mampu membalas perkataan dokter tersebut, hanya erangan
tangis dan gelapnya sebuah kehidupan yang ia rasa, bahkan perasaanya seakan
jatuh dan jatuh kembali. Bagaimana tidak
luka lama saat ibunya meninggal 5 tahun yang lalu baru saja mongering, kini di
robek lagi dan bahkan dibumbuhi sebongkah garam sebagi penyedap rasa keperihan
dalam hatinya.
“Ya Tuhan, apa
Tuhan, kenapa kau ambil semua sayap-sayapku dari dunia ini, lantas dengan siapa
aku harus hidup kedepan, tolong Tuhan hidupkan ayahku sekali lagi”
Bisik dan akal
kewarasanya pun seakan hilang, ia bagai
seseorang yang bernyawa namun tak punya nyawa, Lemas, lelah, perih, tak
berdaya, bahkan serasa ingin mati saja.
Sekali lagi ia pandangi wajah ayahnya, dan saat itu juga ia menangis
kembali.
Sampai suatu
ketika keluarga Kayana pun dating, dengan puluhan ribu janji mereka berusaha
menengakan Kayana dari tnagisanya.
“Sudah Kay,
masih ada keluargamu jangan sedih. Biar ayahmu lancer dalam perjalanannya
pulang menhadap ilahi.”
“Kau sayang sama
ayahmu Kay”
Kayana tak mampu
menjawab, bagaimana ia harus menjawab, tanpa ditanyapun seharusnya mereka tahu,
namun kata-kata itu terus diulang dan di ulang.
“Iya aku sangat
sayang dengan ayah.”
“Kalau benar
kamu sayang yang sudah, ikhlaskan, doakan, dan sudah yok kita bawa jenazah
Ayahmu pulang”
Hanya anggukan
sebagai persetujuan dari Kayana, sesampainya di rumah ternyata rumahnya sudah
di datangi banyak orang, entah bagaimana dan siapa yang member tahu akan hal
itu. Karena kondisi tengah malam yang dingin dan seharusnya banyak orang yang
masih terjaga.
Keesokan
harinya, puluhan orang bahkan ratusan orang berdatangan dirumahnya, membawa doa
dan penguat untuk Kayana sampai acara pemakaman ayahnya pun dilaksanakan.
Tujuh hari
setelah meninggal Ayahnya , belum terasa
kesepian, karena di tujuh hari setelah meninggal ayahnya masih banyak orang
dirumahnya, yang terkadang member nasehat, serta mempersiapkan acara genduri di
malam hari.
Waktu semakin berlalu, di empat puluh hari
kemudian perhatian semakin terkikis, disanalah kayana mulai merasa keasingan
hidup, meski masih saja ada beberapa
orang yang masih perhatian terhadapnya. Sampai seratus hari berlalu di sana letak puncak bagaimana ia
harus benar-benar menenun kehidupanya, karena sebuah perhatian yang dulu
dijanjikan seketika hilang, dan disanalah letak bagaimana sebuah pepatah benar
benar-berlaku padanya yakni kata sebatang kara.
Meski demikian
Kayana tak menyalahkan perginya orang-orang, karena mereka pasti punya
kehidupanya sendiri. Namun rasa asing
bercampur rasa iri setiap kali ia keluar rumah dan menatap bahagianya orang-orang
itu yang membuatnya pulang kembali kerumah, ia takut dirinya semakin protes
dengan Tuhan.
Mulai saat itu
ia lebih sering bercerita di depan cermin dan menatap dunia di balik lubang
jendela kamarnya. Saat ia menatap yang
membuatnya iri ia tarik tirai untuk menutupi, setiap kali ia melihat sesuatu
yang membuatnya syukur ia buka tirai itu. Walau seharusnya manusia adalah
mahluk social anamun menurut Kayana kesendirian adalah sebuah hidup tanpa
resiko, dan jendela adalah lubang terbaik untuk menatapnya tentang hidup.
Nantikan kisah Pemuda Jendela II, segera..............
Data Diri Penulis :
Nama : Muid Sidik
Nama Pena : Pasir Tenggelam
Facebook : Muid Sidik
Ig : muid_sidik
Data Diri Penulis :
Nama : Muid Sidik
Nama Pena : Pasir Tenggelam
Facebook : Muid Sidik
Ig : muid_sidik
Puisi (Dua Insan yang Saling Mendoakan)
Oleh : Muid Sidik
Kau tak
perlu khawatir tentang persaaanku yang diam
Yang
menetap dan terpendam
Sebab aku
sudah tenggelam dalam dasar lautan yang dalam
Apakah kau
masih meragukan?
Dan
bertanya sebab dalam peraduan
Baik, Kan
kujawab semua dengan senyuman
Bahwa aku
tak akan berpaling
Sendang
namaku saja pasir tenggelam
Bagaimana
aku akan dapat timbul lantas berpindah di daratan
Sedang aku
sudah tak mampu berenang
Berlayar
dari hati dan bermuara di hati orang
Itu tidak
mungkin, wahai kau yang kupanggil “sayang”
Jangan
pernah meragu tentang hati
Sebab
puncak cinta bukan pertemuan
Bukan juga
saling berkomunikasi
Akan tetapi dua insan yang saling mendoakan Data Diri Penulis:
Nama : Muid Sidik
Nama Pena : Pasir Tenggelam
Facebook : Muid Sidik
Ig : muid_sidik
Sabtu, 20 Juni 2020
Perangkat MGMP PBS Lampung
Ini adalah Perangkat MGMP PBS Lampung, semoga bermanfaat bagi kawan-kawan guru yang tengah berjuang mengembangkan ilmunya berkaitan dengan hukum syariah dalam bidang keuangan.
Dwonloud Link Disini
Dwonloud Link Disini
Rabu, 17 Juni 2020
RAPOT ONLINE KENAIKAN KELAS X TKJ I SEMESTER GENAP
Asalamualaikum Wr Wb anak-anak X TKJ I, ini adalah hasil belajar kalian selama semester genap ini harapanya kedepan untuk lebih di tingatkan prestasi belajarnya dan untuk libur sekolah dimulai dari tanggal 20 Juli 2020 - 12 Juli 2020. Oleh karena itu di masa liburan nanti manfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, jaga selalu kesehatanya, belajar dirumah dan tetap semangat dalam bingkai keluarga X TKJ I khususnya dan SMK Muhammadiyah Sekampung pada umumnya. demikian dari bapak. Wasalamualikum Wr. Wb.
Data rapot online kenaikan kelas X TKJ I. silahkan tekan dwonloud disamping nama kalian masing-masing :
1. Adi Saputra---------------------Dwonloud
2.Ahmad Arjun Lesmana--------Dwonloud
3.Ajeng Niken Ashari------------Dwonloud
4.Ajeng Setyowati----------------Dwonloud
5.Anisa Aulia Rahma------------Dwonloud
6.Budi Rohmanto-----------------Dwonloud
7.Dea Nuraini---------------------Dwonloud
8.Dela Puspita Sari---------------Dwonloud
9.Della Puspita Sari -------------Dwonloud
10.Deni Prayoga-----------------Dwonloud
11.Desi Rahmawati-------------Dwonloud
12.Difta Fajar K-----------------Dwonloud
13.Esti Khoirul Kholipah------Dwonloud
14.Farhan Saputra--------------Dwonloud
15.Fiki Adhari------------------Dwonloud
16.Lisa Amanda----------------Dwonloud
17.Mareta Dwi Wulandari----Dwonloud
18.Maulana Irsyadul Ibad---- Dwonloud
19.Melli Martalia---------------Dwonloud
20.Mita Sari---------------------Dwonloud
21.Muzzamil--------------------Dwonloud
22.Nanda Ayudia---------------Dwonloud
23.Nanda Zakaria--------------Dwonloud
24.Rahma Ayu Ningtias-------Dwonloud
25.Rendi Pratama Putra-------Dwonloud
26.Selvy Elsa Agustin---------Dwonloud
27.Tika Selfiyana--------------Dwonloud
28.Veri Prabowo---------------Dwonloud
29.Viky Ardiyanto-------------Dwonloud
30.Windy Agustin--------------Dwonloud
31.Yuda Pratama----------------Dwonloud
Minggu, 14 Juni 2020
Cerpen Sebuah Perbedaan (Belada Organisasi)
Tarikan nafas kian mencekik leher, bersama dahaga yang
kian memburu kerongkongan serta mentari yang sedang tertawa menampakkan sorot
gigi yang kian menyilau tajam dan hembusan debu yang berterbangan masuk kedalam
nafas-nafas perkotaan.
“Hey Rik, kau dimana? awas
kau ya kalau tak datang kita bubarkan saja perkumpulan ini” isi pesan singkat
yang ia baca.
Perjalanan menuju sebuah
harapan memeng menyulitkan tak jarang banyak sekali hambatan, mulai dari
kesalah pahaman, cacian dan ketidak kompakan.
Dengan menghela nafas
panjang Erik Masih dengan motor bututnya. Perjalanan menuju kampus memang tak
jarang banyak sekali hambatan, terlebih seperti tadi,
seorang nenek-nenek yang terserempet kakinya tampak di ujung jemarinya
meneteskan cairan kental berwarna merah. Erik tak kuasa melihatnya dengan
penuh keikhlasan ia membantunya membawa ke Rumah Sakit.
Jam menunjukan pukul 03;00
Wib, sudah satu jam ia terlambat datang, entah berapa kali suara handphonenya berdering, Erik mencoba sekuat tenaga
untuk sampai pada tujuan. Dengan berbekal jari-jemari yang kian letih ia mencoba
menarik stang gas motornya tanpa peduli lubang yang menga-nga di sepanjang
jalan. Terkadang Erik selalu mengeluh tentang janji-janji seorang calon
pemimpin yang kala mereka telah bertengger dipemerintahan mereka seakan
melupakannya. Memang mulut terkadang lebih manis dari realita kehidupan. Kini
laju perjalan mulai ia tambah lagi seakan ia tak mau membuat teman-temanya yang
menunggunya kecewa padanya sesampainya di gerbang kampus.
“Erik, Erik, Erik, sini?” suara memanggil Erik dengan
kerasanya.
Erik mencoba menoleh kesumber suara, tampak seorang gadis
berhijab dengan perawakan gendut mengayuhkan tangan kanannya.
“Lo kok kamu disini Ra, bukanya kita akan rapat hari
ini.” Ujar Erik pada sahabatnya.
“Hemmz kamu kemana aja Rik?, si Doni tadi marah-marah
keburu mbubarin.” Jawab Rara.
Tarikan nafas Erik semakin panjang, dalam benak hatinya
seharusnya Doni tak berpilaku seperti itu, tapi kalau di fikir terlalu dalam
ada benarnya tentang ini semua, bahwa sifat manusia tak semuanya seperti Rara
yang setia menunggunya. Meski yang lain telah pergi meninggalkanya tanpa
bertanya sebuah alasan, walau sebuah alasan adalah kunci mencari pembenaran.
Tapi pembenaran memang sering di salahartikankan, namun Erik tak seperti itu.
“Ya udah Ra, yok kita pulang.”
“Ya ampun Rik, kamu tidak capekkah perjalanan 1 jam dari
rumahmu, sampai di sini lantas pulang.”
Hanya gelengan kepala Erik yang kemudian membalas ucapan
Rara. Seketika laju kendaraan berjalan, namun sepanjang perjalanan, ia hanya
bisa terpaku pada fikiranya yang kian berkelahi. Di sisi lain ia memikirkan
tentang kekecewaanya, di sisi lain ia memikirkan tentang organisasinya serta
Doni yang selalu salah paham tentangnya. Maklum Doni adalah saingannya dalam
pencalonan ketua organisasi pemuda sedekah, dan saat ini ia menjabat sebagai
wakil ketua, namun selalu berbeda pandang tentang kebijakan Erik, maklum lah
karena sifat Doni yang selalu menggap serius tentang keadaan, sedangkan Erik
memiiki sifat yang sedikit humoris dan mungkin hal itu yang menggantarkan Erik
menjadi seorang ketua organisasi pemuda sedekah. Selain itu konsep sedekah
menurut Doni haruslah menggunakan materi sedangkan menurut Erik Sedekah tak
harus menggunakan materi.
Organisasi Pemuda Sedekah ini sebetulnya telah di rintis
satu tahun yang lalu, tujuan organisasi ini adalah menghimpun sedekah dari
pemuda-pemuda kampus yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat. Sebuah
organisasi yang memiliki tujuan mulia memang, di saat berdiri sebuah organisasi
pemuda yang rata-rata bermuatan politik meski dengan embel-embel untuk
kepentingan masyarakat tapi nyatanya untuk kepentingan diri mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah dengan muka yang sedikit di tekuk,
dan tetes keringat yang kian membasahi pipi, serta dahi yang sedikit berkerut
menadakan persoalan yang kian menyerang fikiranya. Seakan ia ingin menyerah
saja, namun terhalang oleh imannya. Memang manusia hidup bukan hanya dengan
logikanya saja akan tetapi manusia harus mampu bangkit dengan keyakinannya maka
dari itu Allah telah memberikan hati untuk memperkuatnya.
“Hemmmz ya sudah lah, hidup ini memang berwarna, hidup
ini juga punya ribuan cita rasa, Aku harus mampu menerimanya.” grutu Erik
menghibur diri.
Tiga hari telah berlalu, semenjak kejadian itu sesekali
Erik mencoba menghubungi Doni, namun sayang seakan pesan itu bagai sampah yang
terkirim namun terbuang. Di sisi lain Erik harus berjuang untuk mempererat
anggotanya kembali, jangan sampai sebuah organisasi yang mereka himpun dengan
susah payah lantas hancur hanya soal perbedaan persepsinya saja.
Namun bagaimana Erik akan merajut tali itu sedangkan tali
yang akan disambung tak pernah bertemu, bagai pengharap yang tinggi namun
ditinggal pergi bukan!.
“Rasa-rasanya hidup ini bagai panggung sandiwara yang
kejam, yang menjayakan sebagian dan memiskinkan sebagian.” Grutu Erik.
Mungkin sebuah pertemuan akan menyelesaikan semuanya, dan
dengan pertemuan sebuah rindu akan terobati dan Erik berharap sebuah
permasalahan akan terselesaikan. Namuan selama ia mengenal Doni ia belum pernah
sekalipun mengetahui letak rumah Doni. Erik kemudian ingat bahwa Rara adalah salah satu teman
SMA Doni dan Rara pasti tahu alamat rumah Doni.
“Ra, boleh aku meminta alamat rumah Doni?” isi pesan
singkat Erik pada Rara.
“Jl. AH. Nasution No 10. Metro Timur Rik.” balas pesan
itu.
Tanpa membuang waktu, Erik lantas menuju alamat yang diberikan,
sesampainya disana, tampak Doni ada didalam rumah.
“Don, Doni!!”
“Ya sebentar, Ngapain kau kesini siput, kau tau
organisasi kita sudah hancur puas kau”
“Sebentar Don, Kita bisa bicarakan ini baik-baik”
“Ahh sudah lah”
Doni lantas masuk meningalkan Erik, meski Erik juga di liputi
rasa Amarah namun ia mencoba menahanya. Baginya tak pantas Api ia balas dengan
Api, meski api itu nyatanya telah
membakar dirinya dan hampir saja kayu-kayu kesabaranya telah habis menjadi abu.
Langkah demi langkah ia mulai tinggalkan.
“Nak, kamu yang menolongku kemarin kan? sini masuk?”
Erik pun menoleh
sumber suara itu tampak nenek-nenek dengan rambut yang telah beruban serta
kulit yang sedikit tak lagi menyatu dengan daging namun masih tegap badannya
dan berjalan perlahan menggunakan tongkat, tampak kaki kanannya di angkat dan
terperban.
“Nenek? apa kabar Nek
sudah baikan?” Ucap
Erik sambil menghampiri nenek
tersebut dan mencium tangannya.
“Ayo masuk?”
ajak nenek itu.
“Iya Nek.”
ucap Erik.
Namun Erik masih saja diam di tempat, ia berfikir sesaat
berarti nenek ini neneknya Doni, bagimana bisa dunia ini terlalu sempit dan
bertemu dengan dua insan yang berbeda yang tinggal dalam satu atap yang sama. Dimana
Doni dengan karakter kerasnya sedang nenek itu dengan karakter lembutnya.
“Ayo masuk” Suara nenek itu melambaikan tangannya
kembali.
Dengan perasaan yang tak enak hati Erik mulai kembali
melangkahkan kakinya, sebab sebelumnya ia telah di usir oleh Doni dan saat ini
ia harus kembali. Namun ia merasa tak begitu sopan bila menolak permintaan
nenek itu.
“Don, Doni, sini Nak?”
Seketika Doni datang dan tetap menatap Erik tajam.
“Kenapa kau masih disini pulang sana?”
“Huss, kamu tau dia ini yang telah menyelamatkan nenek
kemarin.”
Seketika tatapan Doni berubah pada Erik, ia tak lagi
menatapnya seperti seekor singa yang menatap mangsanya namun seperti seorang
prajurit menatap rajanya. Dengan mengulur kan tangan.
“Maafkan aku Rik, aku telah salah paham padamu, dan
terimakasih telah menyelamatkan nenek ku”
“Iya Don, maafkan juga atas keterlambatanku kemarin”
Setelah itu barulah Erik mengetahui banyak tentang Doni,
ia sebetulnya orang yang baik namun karena kematian kedua orang tuanya ia
berubah menjadi seperti ini dan juga Erik mulai tahu, kenapa Doni selalu
menuntut tepat waktu dalam pertemuan, karena ia memang harus bekerja untuk
memenuhi kehidupanya dan perkuliahanya. Memang benar yang terlihat mata tak
selamanya menggambarkan keadaanya, dan kehidupan ini selalu memberi teka-teki
akan hal itu.
Dua hari setelah pertemuan itu, Erik dan Doni selalu
terliat kompak berbanding terbalik dengan keadaan sebelumnya. Meski tetap saja
memiliki sifat yang berbeda mereka mulai memahami satu sama lain sehingga
program-program organisi kini mulai dijalankan, dan tak butuh waktu lama,
organisasi pemuda sedekah ini. Mulai terkenal di lingkungan kampus. dan dapat
bermanfaat bagi lingkungan kampus sekitar.
Profil Penulis :
Nama asli Muid Sidik, Ia adalah lulusan jurusan syariah, prodi
ekonomi islam IAIN Metro Lampung. Saat
ini ia tertarik dalam dunia literasi sastra yang menurutnya sangat indah bila
dilakukan serta menekuni bidang desain grafis. FB. Muid Sidik. IG : muid_Sidik Email.muidsidik95@gmail.com. Nomer
HP.085669895100
Langganan:
Postingan (Atom)