Minggu, 14 Juni 2020

Cerpen Sebuah Perbedaan (Belada Organisasi)




Tarikan nafas kian mencekik leher, bersama dahaga yang kian memburu kerongkongan serta mentari yang sedang tertawa menampakkan sorot gigi yang kian menyilau tajam dan hembusan debu yang berterbangan masuk kedalam nafas-nafas perkotaan.
“Hey Rik, kau dimana? awas kau ya kalau tak datang kita bubarkan saja perkumpulan ini” isi pesan singkat yang ia baca.
Perjalanan menuju sebuah harapan memeng menyulitkan tak jarang banyak sekali hambatan, mulai dari kesalah pahaman, cacian dan ketidak kompakan.
Dengan menghela nafas panjang Erik Masih dengan motor bututnya. Perjalanan menuju kampus memang tak jarang banyak sekali hambatan, terlebih seperti tadi, seorang nenek-nenek yang terserempet kakinya tampak di ujung jemarinya meneteskan cairan kental berwarna merah. Erik tak kuasa melihatnya dengan penuh keikhlasan ia membantunya membawa ke Rumah Sakit.
Jam menunjukan pukul 03;00 Wib, sudah satu jam ia terlambat datang, entah berapa kali suara handphonenya berdering, Erik mencoba sekuat tenaga untuk sampai pada tujuan. Dengan berbekal jari-jemari yang kian letih ia mencoba menarik stang gas motornya tanpa peduli lubang yang menga-nga di sepanjang jalan. Terkadang Erik selalu mengeluh tentang janji-janji seorang calon pemimpin yang kala mereka telah bertengger dipemerintahan mereka seakan melupakannya. Memang mulut terkadang lebih manis dari realita kehidupan. Kini laju perjalan mulai ia tambah lagi seakan ia tak mau membuat teman-temanya yang menunggunya kecewa padanya sesampainya di gerbang kampus.
“Erik, Erik, Erik, sini?” suara memanggil Erik dengan kerasanya.
Erik mencoba menoleh kesumber suara, tampak seorang gadis berhijab dengan perawakan gendut mengayuhkan tangan kanannya.
“Lo kok kamu disini Ra, bukanya kita akan rapat hari ini.” Ujar Erik pada sahabatnya.
“Hemmz kamu kemana aja Rik?, si Doni tadi marah-marah keburu mbubarin.” Jawab Rara.
Tarikan nafas Erik semakin panjang, dalam benak hatinya seharusnya Doni tak berpilaku seperti itu, tapi kalau di fikir terlalu dalam ada benarnya tentang ini semua, bahwa sifat manusia tak semuanya seperti Rara yang setia menunggunya. Meski yang lain telah pergi meninggalkanya tanpa bertanya sebuah alasan, walau sebuah alasan adalah kunci mencari pembenaran. Tapi pembenaran memang sering di salahartikankan, namun Erik tak seperti itu.
“Ya udah Ra, yok kita pulang.”
“Ya ampun Rik, kamu tidak capekkah perjalanan 1 jam dari rumahmu, sampai di sini lantas pulang.”
Hanya gelengan kepala Erik yang kemudian membalas ucapan Rara. Seketika laju kendaraan berjalan, namun sepanjang perjalanan, ia hanya bisa terpaku pada fikiranya yang kian berkelahi. Di sisi lain ia memikirkan tentang kekecewaanya, di sisi lain ia memikirkan tentang organisasinya serta Doni yang selalu salah paham tentangnya. Maklum Doni adalah saingannya dalam pencalonan ketua organisasi pemuda sedekah, dan saat ini ia menjabat sebagai wakil ketua, namun selalu berbeda pandang tentang kebijakan Erik, maklum lah karena sifat Doni yang selalu menggap serius tentang keadaan, sedangkan Erik memiiki sifat yang sedikit humoris dan mungkin hal itu yang menggantarkan Erik menjadi seorang ketua organisasi pemuda sedekah. Selain itu konsep sedekah menurut Doni haruslah menggunakan materi sedangkan menurut Erik Sedekah tak harus menggunakan materi.
Organisasi Pemuda Sedekah ini sebetulnya telah di rintis satu tahun yang lalu, tujuan organisasi ini adalah menghimpun sedekah dari pemuda-pemuda kampus yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat. Sebuah organisasi yang memiliki tujuan mulia memang, di saat berdiri sebuah organisasi pemuda yang rata-rata bermuatan politik meski dengan embel-embel untuk kepentingan masyarakat tapi nyatanya untuk kepentingan diri mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah dengan muka yang sedikit di tekuk, dan tetes keringat yang kian membasahi pipi, serta dahi yang sedikit berkerut menadakan persoalan yang kian menyerang fikiranya. Seakan ia ingin menyerah saja, namun terhalang oleh imannya. Memang manusia hidup bukan hanya dengan logikanya saja akan tetapi manusia harus mampu bangkit dengan keyakinannya maka dari itu Allah telah memberikan hati untuk memperkuatnya.
“Hemmmz ya sudah lah, hidup ini memang berwarna, hidup ini juga punya ribuan cita rasa, Aku harus mampu menerimanya.” grutu Erik menghibur diri.
Tiga hari telah berlalu, semenjak kejadian itu sesekali Erik mencoba menghubungi Doni, namun sayang seakan pesan itu bagai sampah yang terkirim namun terbuang. Di sisi lain Erik harus berjuang untuk mempererat anggotanya kembali, jangan sampai sebuah organisasi yang mereka himpun dengan susah payah lantas hancur hanya soal perbedaan persepsinya saja.
Namun bagaimana Erik akan merajut tali itu sedangkan tali yang akan disambung tak pernah bertemu, bagai pengharap yang tinggi namun ditinggal pergi bukan!.
“Rasa-rasanya hidup ini bagai panggung sandiwara yang kejam, yang menjayakan sebagian dan memiskinkan sebagian.” Grutu Erik.
Mungkin sebuah pertemuan akan menyelesaikan semuanya, dan dengan pertemuan sebuah rindu akan terobati dan Erik berharap sebuah permasalahan akan terselesaikan. Namuan selama ia mengenal Doni ia belum pernah sekalipun mengetahui letak rumah Doni. Erik kemudian ingat bahwa Rara adalah salah satu teman SMA Doni dan Rara pasti tahu alamat rumah Doni.
“Ra, boleh aku meminta alamat rumah Doni?” isi pesan singkat Erik pada Rara.
“Jl. AH. Nasution No 10. Metro Timur Rik.” balas pesan itu.
Tanpa membuang waktu, Erik lantas menuju alamat yang diberikan, sesampainya disana, tampak Doni ada didalam rumah.
“Don, Doni!!” 
“Ya sebentar, Ngapain kau kesini siput, kau tau organisasi kita sudah hancur puas kau”
“Sebentar Don, Kita bisa bicarakan ini baik-baik”
“Ahh sudah lah”
Doni lantas masuk meningalkan Erik, meski Erik juga di liputi rasa Amarah namun ia mencoba menahanya. Baginya tak pantas Api ia balas dengan Api, meski  api itu nyatanya telah membakar dirinya dan hampir saja kayu-kayu kesabaranya telah habis menjadi abu. Langkah demi langkah ia mulai tinggalkan.
“Nak, kamu yang menolongku kemarin kan? sini masuk?
 Erik pun menoleh sumber suara itu tampak nenek-nenek dengan rambut yang telah beruban serta kulit yang sedikit tak lagi menyatu dengan daging namun masih tegap badannya dan berjalan perlahan menggunakan tongkat, tampak kaki kanannya di angkat dan terperban.
“Nenek? apa kabar Nek sudah baikan?Ucap Erik sambil menghampiri nenek tersebut dan mencium tangannya.
“Ayo masuk? ajak nenek itu.
“Iya Nek.” ucap Erik.
Namun Erik masih saja diam di tempat, ia berfikir sesaat berarti nenek ini neneknya Doni, bagimana bisa dunia ini terlalu sempit dan bertemu dengan dua insan yang berbeda yang tinggal dalam satu atap yang sama. Dimana Doni dengan karakter kerasnya sedang nenek itu dengan karakter lembutnya.
“Ayo masuk” Suara nenek itu melambaikan tangannya kembali.
Dengan perasaan yang tak enak hati Erik mulai kembali melangkahkan kakinya, sebab sebelumnya ia telah di usir oleh Doni dan saat ini ia harus kembali. Namun ia merasa tak begitu sopan bila menolak permintaan nenek itu.
“Don, Doni, sini Nak?”
Seketika Doni datang dan tetap menatap Erik tajam.
Kenapa kau masih disini pulang sana?
Huss, kamu tau dia ini yang telah menyelamatkan nenek kemarin.
Seketika tatapan Doni berubah pada Erik, ia tak lagi menatapnya seperti seekor singa yang menatap mangsanya namun seperti seorang prajurit menatap rajanya. Dengan mengulur kan tangan.
“Maafkan aku Rik, aku telah salah paham padamu, dan terimakasih telah menyelamatkan nenek ku”
“Iya Don, maafkan juga atas keterlambatanku kemarin”
Setelah itu barulah Erik mengetahui banyak tentang Doni, ia sebetulnya orang yang baik namun karena kematian kedua orang tuanya ia berubah menjadi seperti ini dan juga Erik mulai tahu, kenapa Doni selalu menuntut tepat waktu dalam pertemuan, karena ia memang harus bekerja untuk memenuhi kehidupanya dan perkuliahanya. Memang benar yang terlihat mata tak selamanya menggambarkan keadaanya, dan kehidupan ini selalu memberi teka-teki akan hal itu.
Dua hari setelah pertemuan itu, Erik dan Doni selalu terliat kompak berbanding terbalik dengan keadaan sebelumnya. Meski tetap saja memiliki sifat yang berbeda mereka mulai memahami satu sama lain sehingga program-program organisi kini mulai dijalankan, dan tak butuh waktu lama, organisasi pemuda sedekah ini. Mulai terkenal di lingkungan kampus. dan dapat bermanfaat bagi lingkungan kampus sekitar. 

Profil Penulis :
Nama asli Muid Sidik,  Ia adalah lulusan jurusan syariah, prodi ekonomi islam IAIN Metro Lampung. Saat ini ia tertarik dalam dunia literasi sastra yang menurutnya sangat indah bila dilakukan serta menekuni bidang desain grafis. FB. Muid Sidik. IG : muid_Sidik Email.muidsidik95@gmail.com. Nomer HP.085669895100
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar