Tarikan nafas kian mencekik leher, bersama dahaga yang
kian memburu kerongkongan serta mentari yang sedang tertawa menampakkan sorot
gigi yang kian menyilau tajam dan hembusan debu yang berterbangan masuk kedalam
nafas-nafas perkotaan.
“Hey Rik, kau dimana? awas
kau ya kalau tak datang kita bubarkan saja perkumpulan ini” isi pesan singkat
yang ia baca.
Perjalanan menuju sebuah
harapan memeng menyulitkan tak jarang banyak sekali hambatan, mulai dari
kesalah pahaman, cacian dan ketidak kompakan.
Dengan menghela nafas
panjang Erik Masih dengan motor bututnya. Perjalanan menuju kampus memang tak
jarang banyak sekali hambatan, terlebih seperti tadi,
seorang nenek-nenek yang terserempet kakinya tampak di ujung jemarinya
meneteskan cairan kental berwarna merah. Erik tak kuasa melihatnya dengan
penuh keikhlasan ia membantunya membawa ke Rumah Sakit.
Jam menunjukan pukul 03;00
Wib, sudah satu jam ia terlambat datang, entah berapa kali suara handphonenya berdering, Erik mencoba sekuat tenaga
untuk sampai pada tujuan. Dengan berbekal jari-jemari yang kian letih ia mencoba
menarik stang gas motornya tanpa peduli lubang yang menga-nga di sepanjang
jalan. Terkadang Erik selalu mengeluh tentang janji-janji seorang calon
pemimpin yang kala mereka telah bertengger dipemerintahan mereka seakan
melupakannya. Memang mulut terkadang lebih manis dari realita kehidupan. Kini
laju perjalan mulai ia tambah lagi seakan ia tak mau membuat teman-temanya yang
menunggunya kecewa padanya sesampainya di gerbang kampus.
“Erik, Erik, Erik, sini?” suara memanggil Erik dengan
kerasanya.
Erik mencoba menoleh kesumber suara, tampak seorang gadis
berhijab dengan perawakan gendut mengayuhkan tangan kanannya.
“Lo kok kamu disini Ra, bukanya kita akan rapat hari
ini.” Ujar Erik pada sahabatnya.
“Hemmz kamu kemana aja Rik?, si Doni tadi marah-marah
keburu mbubarin.” Jawab Rara.
Tarikan nafas Erik semakin panjang, dalam benak hatinya
seharusnya Doni tak berpilaku seperti itu, tapi kalau di fikir terlalu dalam
ada benarnya tentang ini semua, bahwa sifat manusia tak semuanya seperti Rara
yang setia menunggunya. Meski yang lain telah pergi meninggalkanya tanpa
bertanya sebuah alasan, walau sebuah alasan adalah kunci mencari pembenaran.
Tapi pembenaran memang sering di salahartikankan, namun Erik tak seperti itu.
“Ya udah Ra, yok kita pulang.”
“Ya ampun Rik, kamu tidak capekkah perjalanan 1 jam dari
rumahmu, sampai di sini lantas pulang.”
Hanya gelengan kepala Erik yang kemudian membalas ucapan
Rara. Seketika laju kendaraan berjalan, namun sepanjang perjalanan, ia hanya
bisa terpaku pada fikiranya yang kian berkelahi. Di sisi lain ia memikirkan
tentang kekecewaanya, di sisi lain ia memikirkan tentang organisasinya serta
Doni yang selalu salah paham tentangnya. Maklum Doni adalah saingannya dalam
pencalonan ketua organisasi pemuda sedekah, dan saat ini ia menjabat sebagai
wakil ketua, namun selalu berbeda pandang tentang kebijakan Erik, maklum lah
karena sifat Doni yang selalu menggap serius tentang keadaan, sedangkan Erik
memiiki sifat yang sedikit humoris dan mungkin hal itu yang menggantarkan Erik
menjadi seorang ketua organisasi pemuda sedekah. Selain itu konsep sedekah
menurut Doni haruslah menggunakan materi sedangkan menurut Erik Sedekah tak
harus menggunakan materi.
Organisasi Pemuda Sedekah ini sebetulnya telah di rintis
satu tahun yang lalu, tujuan organisasi ini adalah menghimpun sedekah dari
pemuda-pemuda kampus yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat. Sebuah
organisasi yang memiliki tujuan mulia memang, di saat berdiri sebuah organisasi
pemuda yang rata-rata bermuatan politik meski dengan embel-embel untuk
kepentingan masyarakat tapi nyatanya untuk kepentingan diri mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah dengan muka yang sedikit di tekuk,
dan tetes keringat yang kian membasahi pipi, serta dahi yang sedikit berkerut
menadakan persoalan yang kian menyerang fikiranya. Seakan ia ingin menyerah
saja, namun terhalang oleh imannya. Memang manusia hidup bukan hanya dengan
logikanya saja akan tetapi manusia harus mampu bangkit dengan keyakinannya maka
dari itu Allah telah memberikan hati untuk memperkuatnya.
“Hemmmz ya sudah lah, hidup ini memang berwarna, hidup
ini juga punya ribuan cita rasa, Aku harus mampu menerimanya.” grutu Erik
menghibur diri.
Tiga hari telah berlalu, semenjak kejadian itu sesekali
Erik mencoba menghubungi Doni, namun sayang seakan pesan itu bagai sampah yang
terkirim namun terbuang. Di sisi lain Erik harus berjuang untuk mempererat
anggotanya kembali, jangan sampai sebuah organisasi yang mereka himpun dengan
susah payah lantas hancur hanya soal perbedaan persepsinya saja.
Namun bagaimana Erik akan merajut tali itu sedangkan tali
yang akan disambung tak pernah bertemu, bagai pengharap yang tinggi namun
ditinggal pergi bukan!.
“Rasa-rasanya hidup ini bagai panggung sandiwara yang
kejam, yang menjayakan sebagian dan memiskinkan sebagian.” Grutu Erik.
Mungkin sebuah pertemuan akan menyelesaikan semuanya, dan
dengan pertemuan sebuah rindu akan terobati dan Erik berharap sebuah
permasalahan akan terselesaikan. Namuan selama ia mengenal Doni ia belum pernah
sekalipun mengetahui letak rumah Doni. Erik kemudian ingat bahwa Rara adalah salah satu teman
SMA Doni dan Rara pasti tahu alamat rumah Doni.
“Ra, boleh aku meminta alamat rumah Doni?” isi pesan
singkat Erik pada Rara.
“Jl. AH. Nasution No 10. Metro Timur Rik.” balas pesan
itu.
Tanpa membuang waktu, Erik lantas menuju alamat yang diberikan,
sesampainya disana, tampak Doni ada didalam rumah.
“Don, Doni!!”
“Ya sebentar, Ngapain kau kesini siput, kau tau
organisasi kita sudah hancur puas kau”
“Sebentar Don, Kita bisa bicarakan ini baik-baik”
“Ahh sudah lah”
Doni lantas masuk meningalkan Erik, meski Erik juga di liputi
rasa Amarah namun ia mencoba menahanya. Baginya tak pantas Api ia balas dengan
Api, meski api itu nyatanya telah
membakar dirinya dan hampir saja kayu-kayu kesabaranya telah habis menjadi abu.
Langkah demi langkah ia mulai tinggalkan.
“Nak, kamu yang menolongku kemarin kan? sini masuk?”
Erik pun menoleh
sumber suara itu tampak nenek-nenek dengan rambut yang telah beruban serta
kulit yang sedikit tak lagi menyatu dengan daging namun masih tegap badannya
dan berjalan perlahan menggunakan tongkat, tampak kaki kanannya di angkat dan
terperban.
“Nenek? apa kabar Nek
sudah baikan?” Ucap
Erik sambil menghampiri nenek
tersebut dan mencium tangannya.
“Ayo masuk?”
ajak nenek itu.
“Iya Nek.”
ucap Erik.
Namun Erik masih saja diam di tempat, ia berfikir sesaat
berarti nenek ini neneknya Doni, bagimana bisa dunia ini terlalu sempit dan
bertemu dengan dua insan yang berbeda yang tinggal dalam satu atap yang sama. Dimana
Doni dengan karakter kerasnya sedang nenek itu dengan karakter lembutnya.
“Ayo masuk” Suara nenek itu melambaikan tangannya
kembali.
Dengan perasaan yang tak enak hati Erik mulai kembali
melangkahkan kakinya, sebab sebelumnya ia telah di usir oleh Doni dan saat ini
ia harus kembali. Namun ia merasa tak begitu sopan bila menolak permintaan
nenek itu.
“Don, Doni, sini Nak?”
Seketika Doni datang dan tetap menatap Erik tajam.
“Kenapa kau masih disini pulang sana?”
“Huss, kamu tau dia ini yang telah menyelamatkan nenek
kemarin.”
Seketika tatapan Doni berubah pada Erik, ia tak lagi
menatapnya seperti seekor singa yang menatap mangsanya namun seperti seorang
prajurit menatap rajanya. Dengan mengulur kan tangan.
“Maafkan aku Rik, aku telah salah paham padamu, dan
terimakasih telah menyelamatkan nenek ku”
“Iya Don, maafkan juga atas keterlambatanku kemarin”
Setelah itu barulah Erik mengetahui banyak tentang Doni,
ia sebetulnya orang yang baik namun karena kematian kedua orang tuanya ia
berubah menjadi seperti ini dan juga Erik mulai tahu, kenapa Doni selalu
menuntut tepat waktu dalam pertemuan, karena ia memang harus bekerja untuk
memenuhi kehidupanya dan perkuliahanya. Memang benar yang terlihat mata tak
selamanya menggambarkan keadaanya, dan kehidupan ini selalu memberi teka-teki
akan hal itu.
Dua hari setelah pertemuan itu, Erik dan Doni selalu
terliat kompak berbanding terbalik dengan keadaan sebelumnya. Meski tetap saja
memiliki sifat yang berbeda mereka mulai memahami satu sama lain sehingga
program-program organisi kini mulai dijalankan, dan tak butuh waktu lama,
organisasi pemuda sedekah ini. Mulai terkenal di lingkungan kampus. dan dapat
bermanfaat bagi lingkungan kampus sekitar.
Profil Penulis :
Nama asli Muid Sidik, Ia adalah lulusan jurusan syariah, prodi
ekonomi islam IAIN Metro Lampung. Saat
ini ia tertarik dalam dunia literasi sastra yang menurutnya sangat indah bila
dilakukan serta menekuni bidang desain grafis. FB. Muid Sidik. IG : muid_Sidik Email.muidsidik95@gmail.com. Nomer
HP.085669895100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar