Jumat, 24 April 2020

Cinta di Ujung Usia ( Sang Ibu) Part 1



Karya : Muid Sidik

"Bagun nak, Tolong jangan tinggalkan ibu sendirian" Ungkap wanita setengah baya sambil memegang tangan pemuda itu.
Sudah satu minggu ini Joni tidak sadarkan diri karena sakit kangker yang ia sembunyikan bertahun-tahun, tubuh yang kini kian kurus berwarna putih pucat sedang berbaring tak berdaya di rumah sakit. Sedangkan sangat ibu tak henti-hentinya menangis tanpa sedikitpun menyeka air matanya berharap Tuhan memberi keajaiban  pada putranya. Tangannya yang mulai keriput di padu dengan rambut hitam putih, duduk di samping putranya. Sesekali ia menggoyahkan tubuh anaknya agar segera terbangun dari komanya.
"Andaikan nak kau dari dulu terbuka soal penyakit mu ini ibu pasti akan merawatmu dengan baik" gumamnya.
Ibunya sebetulnya sudah mencurigai soal ini, sudah hampir satu tahun ini, ia melihat perubahan fisik yang begitu signifikan pada anaknya, tubuh yang kian kurus, pucat, dan selalu bereaksi kelelahan saat setelah bekerja, namun ketika ditanya, selalu saja Joni balas dengan senyum dan meyakinkannya bahwa dirinya tidak apa-apa.
Saat ini bagi ibunya adalah hal yang sulit mengingat tak ada lagi seseorang selain anaknya, suaminya telah wafat 2 tahun yang lalu, sedang sekarang ia hidup hanya mengandalkan sepetak kebun yang di tumbuhi pohon karet warisan suaminya itu pun hanya cukup untuk kehidupannya sehari-hari.
Hari ini ia ingin beranjak pulang memutar otak untuk mencari pinjaman, sebab uang yang kian menipis dan hanya cukup untuk keperluan hari ini.
Sesampainya di rumah ia seolah hilang rasa malunya, ia beranjak dari tetangga ke tetangga, meminta sekedar bantuan untuk pengobatan anaknya, atau setidaknya pinjaman untuk kesembuhan anaknya. Tapi hingga terik menjelang, saat kulit nya yang kian berkeringat ia tak kunjung mendapatkan, semua beralasan tidak memiliki uang.
Kemudian ia menimbang banyak hal, ia teringat bahwa tidak ada hal yang lebih berharga dari anaknya di dunia ini, hingga ia berada pada kesimpulan bahwa ia harus menjual kebunnya demi mendapatkan uang untuk membiayai perawatan anaknya.
Ia pun mendengar bahwa di tetangga kampung ada seseorang yang sangat kaya dan terkenal dengan sebutan juragan tanah. Ia pun beranjak kesana mengendarai sepeda motor bututnya.
" Hay, ibu ada yang bisa di bantu".
" Begini pak, saya mau menjual tanah untuk keperluan pengobatan anak saya"
" Boleh lihat surat-suratnya ibu? "
Dengan berat hati sebetulnya ia memberikan surat tanah itu, sebab almarhum suaminya sempat berwasiat untuk tidak menjualnya, tapi dalam hati juga ia hanya dihadapkan dengan dua pilihan mempertahankan anaknya atau kebunnya, sudah tentu ia mempertahankan anaknya.
" Di jual berpa ini buk?"
"50 juta bagaimana pak"
" Ah, kalau mau buk 25 juta"
Seketika kring kring kring, bunyi handphone judulnya berbunyi.
" Maaf Pak permisi sebentar "
Dengan isyarat anggukan juragan tanah mengiyakan.
" Halo ibu dengan ibu masinah,"
" Iya saya bu, bagaimana buk"
" Ini anak ibu sudah siuman, dokter mengatakan ada keajaiban buat anak ibu untuk bisa sembuh namun butuh perawatan VVIP, namun membutuhkan uang yang lumayan, bagaimana ibu"
" Siap buk, saya akan segera kesana membawa uangnya"
Kemudian handphone mati, ia kembali ke juragan tanah, tak ada hal yang lebih penting hari ini selain anaknya. Meski penawaran harga kebun di bawah harga pasaran yang ada.
" Baik pak, saya jual pak demi anak saya, tapi saya minta uangnya hari ini ada ya pak"
" Baiklah ibu"
Ia kemudian beranjak kerumah sakit dengan sekantung kresek hitam berisi uang, dengan terburu-buru sebab ia ingin sekali melihat bagaimana keadaan anaknya. Sampai di persimpangan jalan.
" Darrrrrrrr..... Bunyi benturan keras.
Seketika semua gelap seolah dunia ini tanpa penerangan.
" Saya dimana? "
"Ini Joni bu, Ibu di rumah sakit bu, sudah 2 hari ini ibu tidak sadarkan diri"
" Kenapa begitu gelap nak?, tolong nak lampunya dinyalakan"
Dengan isakan tangis Joni menjawab.
"Iya ibu, nanti Joni nyalakan, meski Joni sebenarnya sadar bahwa mata ibunya telah rusak akibat hantaman dengan mobil itu.
Seketika ibunya mulai tersengal2 nafasnya.
" Nak, sebelum ibu pulang, ibu ingin bicara beberapa hal"
" Ibu jangan bicara seperti itu bu?"
"Nak, setiap jiwa yang hidup pasti mengalami kematian, dan mungkin hari ini saatnya giliran ibu, ibu hanya ingin berpesan nak, uang hasil penjualan kebun tolong manfaatkan dengan baik untuk kesembuhan mu, dan bila tersisa buatlah usaha agar kau tetap bisa melangsungkan kehidupan mu"
Seketika.
"La ilaha illallah"
" Ibu,.... Bangun bu, Joni dengan siapa nanti bu"
"Ibu............!!!!!!!!!!!! "


Tidak ada komentar:

Posting Komentar