Rabu, 24 Juni 2020

Cerpen Pemuda Jendela I




Air mata  mengalir semakin deras kala menatap orang yang paling ia sayangi kehilangan kesadaranya. Hidupnya telah berada pada cengkraman cakar-cakar kematian. Ia melihat beberapa perawat dan dokter menekan kuat kuat dada dan berusaha menggerakkan  daging sekepal yang menjadi tanda kehidupan.
“Mas, anaknya?”
“Iya Dok.”
“Sini Mas, bantu ayahnya”
Perasaanya semakin kacau kala kata kata itu diucapkan. Dia adalah Kayana seorang pemuda yang sedang di rundung kesedihan yang mendalam. Saat mengetahui ayahnya orang  tua satu-satunya yang masih ada saat ibunya telah mangkat terlebih dahulu sudah tak sadarkan kala di tangani oleh dokter dalam sebuah rumah sakit.
Asyhadu an La Ilaha Illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”
Kaliamt itu yang ia berulang kali ucapkan di telinga kanan ayahnya, yang sudah tentu berharap kesadaran bukan sebuah kematian.  Dalam membisikan kalimat itu sesekali Kayana menatap dua perawat yang berusaha sekuat tenaga menyadarkan kembali ayahnya. Akan tetapi pandanganya semakin tak menentuu kala menatap wajah ayahnya yang tanpa sebuah exspresi meski pijat jantung telah dilakukan. Aliran air matanya semakin menetes deras, dengan bisik kata  syahadat yang tidak pernah berhenti ia utarakan bahkan hamper puluhan atau bahkan ratusan kali ia utarakan. Seketika tepukan pundak itu menyadarkanya.
“Maaf Mas, kami sudah berusaha sekuat tenaga akan tetapi ayahmu tidak bias tertolong lagi”
Tanpa sepatah kata pun ia sudah tak mampu membalas perkataan dokter tersebut, hanya erangan tangis dan gelapnya sebuah kehidupan yang ia rasa, bahkan perasaanya seakan jatuh dan jatuh kembali.  Bagaimana tidak luka lama saat ibunya meninggal 5 tahun yang lalu baru saja mongering, kini di robek lagi dan bahkan dibumbuhi sebongkah garam sebagi penyedap rasa keperihan dalam hatinya.
“Ya Tuhan, apa Tuhan, kenapa kau ambil semua sayap-sayapku dari dunia ini, lantas dengan siapa aku harus hidup kedepan, tolong Tuhan hidupkan ayahku sekali lagi”
Bisik dan akal kewarasanya pun seakan hilang,  ia bagai seseorang yang bernyawa namun tak punya nyawa, Lemas, lelah, perih, tak berdaya, bahkan serasa ingin mati saja.  Sekali lagi ia pandangi wajah ayahnya, dan saat itu juga ia menangis kembali. 
Sampai suatu ketika keluarga Kayana pun dating, dengan puluhan ribu janji mereka berusaha menengakan Kayana dari tnagisanya.
“Sudah Kay, masih ada keluargamu jangan sedih. Biar ayahmu lancer dalam perjalanannya pulang menhadap ilahi.”
“Kau sayang sama ayahmu Kay”
Kayana tak mampu menjawab, bagaimana ia harus menjawab, tanpa ditanyapun seharusnya mereka tahu, namun kata-kata itu terus diulang dan di ulang.
“Iya aku sangat sayang dengan ayah.”
“Kalau benar kamu sayang yang sudah, ikhlaskan, doakan, dan sudah yok kita bawa jenazah Ayahmu pulang”
Hanya anggukan sebagai persetujuan dari Kayana, sesampainya di rumah ternyata rumahnya sudah di datangi banyak orang, entah bagaimana dan siapa yang member tahu akan hal itu. Karena kondisi tengah malam yang dingin dan seharusnya banyak orang yang masih terjaga.
Keesokan harinya, puluhan orang bahkan ratusan orang berdatangan dirumahnya, membawa doa dan penguat untuk Kayana sampai acara pemakaman ayahnya pun dilaksanakan.
Tujuh hari setelah meninggal Ayahnya ,  belum terasa kesepian, karena di tujuh hari setelah meninggal ayahnya masih banyak orang dirumahnya, yang terkadang member nasehat, serta mempersiapkan acara genduri di malam hari.
 Waktu semakin berlalu, di empat puluh hari kemudian perhatian semakin terkikis, disanalah kayana mulai merasa keasingan hidup,  meski masih saja ada beberapa orang yang masih perhatian terhadapnya. Sampai  seratus hari  berlalu di sana letak puncak bagaimana ia harus benar-benar menenun kehidupanya, karena sebuah perhatian yang dulu dijanjikan seketika hilang, dan disanalah letak bagaimana sebuah pepatah benar benar-berlaku padanya yakni kata sebatang kara.
Meski demikian Kayana tak menyalahkan perginya orang-orang, karena mereka pasti punya kehidupanya sendiri.  Namun rasa asing bercampur rasa iri setiap kali ia keluar rumah dan menatap bahagianya orang-orang itu yang membuatnya pulang kembali kerumah, ia takut dirinya semakin protes dengan Tuhan. 
Mulai saat itu ia lebih sering bercerita di depan cermin dan menatap dunia di balik lubang jendela kamarnya.  Saat ia menatap yang membuatnya iri ia tarik tirai untuk menutupi, setiap kali ia melihat sesuatu yang membuatnya syukur ia buka tirai itu. Walau seharusnya manusia adalah mahluk social anamun menurut Kayana kesendirian adalah sebuah hidup tanpa resiko, dan jendela adalah lubang terbaik untuk menatapnya tentang hidup.

Nantikan kisah Pemuda Jendela II, segera..............

Data Diri Penulis :
Nama          : Muid Sidik
Nama Pena : Pasir Tenggelam
Facebook    : Muid Sidik
Ig                : muid_sidik

Puisi (Dua Insan yang Saling Mendoakan)


Oleh : Muid Sidik

Kau tak perlu khawatir tentang persaaanku yang diam
Yang menetap dan terpendam
Sebab aku sudah tenggelam dalam dasar lautan yang dalam

Apakah kau masih meragukan?
Dan bertanya sebab dalam peraduan
Baik, Kan kujawab semua dengan senyuman

Bahwa aku tak akan berpaling
Sendang namaku saja pasir tenggelam
Bagaimana aku akan dapat timbul lantas berpindah di daratan

Sedang aku sudah tak mampu berenang
Berlayar dari hati dan bermuara di hati orang
Itu tidak mungkin, wahai kau yang kupanggil “sayang”

Jangan pernah meragu tentang hati
Sebab puncak cinta bukan pertemuan
Bukan juga saling berkomunikasi
Akan tetapi dua insan yang saling mendoakan 


Data Diri Penulis:

Nama           : Muid Sidik
Nama Pena : Pasir Tenggelam
Facebook    : Muid Sidik
Ig                  : muid_sidik

Sabtu, 20 Juni 2020

Perangkat MGMP PBS Lampung

Ini adalah Perangkat MGMP PBS Lampung, semoga bermanfaat bagi kawan-kawan guru yang tengah berjuang mengembangkan ilmunya berkaitan dengan hukum syariah dalam bidang keuangan.

Dwonloud Link Disini

Rabu, 17 Juni 2020

RAPOT ONLINE KENAIKAN KELAS X TKJ I SEMESTER GENAP


Asalamualaikum Wr Wb anak-anak X TKJ I, ini adalah hasil belajar kalian selama semester genap ini harapanya kedepan untuk lebih di tingatkan prestasi belajarnya dan untuk libur sekolah dimulai dari tanggal 20 Juli 2020 - 12 Juli 2020. Oleh karena itu di masa liburan nanti manfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, jaga selalu kesehatanya, belajar dirumah dan tetap semangat dalam bingkai keluarga X TKJ I khususnya dan SMK Muhammadiyah Sekampung pada umumnya. demikian dari bapak. Wasalamualikum Wr. Wb.

Data rapot online kenaikan kelas X TKJ I. silahkan tekan dwonloud disamping nama kalian masing-masing :

1. Adi Saputra---------------------Dwonloud

2.Ahmad Arjun Lesmana--------Dwonloud

3.Ajeng Niken Ashari------------Dwonloud

4.Ajeng Setyowati----------------Dwonloud

5.Anisa Aulia Rahma------------Dwonloud

6.Budi Rohmanto-----------------Dwonloud

7.Dea Nuraini---------------------Dwonloud

8.Dela Puspita Sari---------------Dwonloud

9.Della Puspita Sari -------------Dwonloud

10.Deni Prayoga-----------------Dwonloud

11.Desi Rahmawati-------------Dwonloud

12.Difta Fajar K-----------------Dwonloud

13.Esti Khoirul Kholipah------Dwonloud

14.Farhan Saputra--------------Dwonloud

15.Fiki Adhari------------------Dwonloud

16.Lisa Amanda----------------Dwonloud

17.Mareta Dwi Wulandari----Dwonloud

18.Maulana Irsyadul Ibad---- Dwonloud

19.Melli Martalia---------------Dwonloud

20.Mita Sari---------------------Dwonloud

21.Muzzamil--------------------Dwonloud

22.Nanda Ayudia---------------Dwonloud

23.Nanda Zakaria--------------Dwonloud

24.Rahma Ayu Ningtias-------Dwonloud

25.Rendi Pratama Putra-------Dwonloud

26.Selvy Elsa Agustin---------Dwonloud

27.Tika Selfiyana--------------Dwonloud

28.Veri Prabowo---------------Dwonloud

29.Viky Ardiyanto-------------Dwonloud

30.Windy Agustin--------------Dwonloud

31.Yuda Pratama----------------Dwonloud

Minggu, 14 Juni 2020

Cerpen Sebuah Perbedaan (Belada Organisasi)




Tarikan nafas kian mencekik leher, bersama dahaga yang kian memburu kerongkongan serta mentari yang sedang tertawa menampakkan sorot gigi yang kian menyilau tajam dan hembusan debu yang berterbangan masuk kedalam nafas-nafas perkotaan.
“Hey Rik, kau dimana? awas kau ya kalau tak datang kita bubarkan saja perkumpulan ini” isi pesan singkat yang ia baca.
Perjalanan menuju sebuah harapan memeng menyulitkan tak jarang banyak sekali hambatan, mulai dari kesalah pahaman, cacian dan ketidak kompakan.
Dengan menghela nafas panjang Erik Masih dengan motor bututnya. Perjalanan menuju kampus memang tak jarang banyak sekali hambatan, terlebih seperti tadi, seorang nenek-nenek yang terserempet kakinya tampak di ujung jemarinya meneteskan cairan kental berwarna merah. Erik tak kuasa melihatnya dengan penuh keikhlasan ia membantunya membawa ke Rumah Sakit.
Jam menunjukan pukul 03;00 Wib, sudah satu jam ia terlambat datang, entah berapa kali suara handphonenya berdering, Erik mencoba sekuat tenaga untuk sampai pada tujuan. Dengan berbekal jari-jemari yang kian letih ia mencoba menarik stang gas motornya tanpa peduli lubang yang menga-nga di sepanjang jalan. Terkadang Erik selalu mengeluh tentang janji-janji seorang calon pemimpin yang kala mereka telah bertengger dipemerintahan mereka seakan melupakannya. Memang mulut terkadang lebih manis dari realita kehidupan. Kini laju perjalan mulai ia tambah lagi seakan ia tak mau membuat teman-temanya yang menunggunya kecewa padanya sesampainya di gerbang kampus.
“Erik, Erik, Erik, sini?” suara memanggil Erik dengan kerasanya.
Erik mencoba menoleh kesumber suara, tampak seorang gadis berhijab dengan perawakan gendut mengayuhkan tangan kanannya.
“Lo kok kamu disini Ra, bukanya kita akan rapat hari ini.” Ujar Erik pada sahabatnya.
“Hemmz kamu kemana aja Rik?, si Doni tadi marah-marah keburu mbubarin.” Jawab Rara.
Tarikan nafas Erik semakin panjang, dalam benak hatinya seharusnya Doni tak berpilaku seperti itu, tapi kalau di fikir terlalu dalam ada benarnya tentang ini semua, bahwa sifat manusia tak semuanya seperti Rara yang setia menunggunya. Meski yang lain telah pergi meninggalkanya tanpa bertanya sebuah alasan, walau sebuah alasan adalah kunci mencari pembenaran. Tapi pembenaran memang sering di salahartikankan, namun Erik tak seperti itu.
“Ya udah Ra, yok kita pulang.”
“Ya ampun Rik, kamu tidak capekkah perjalanan 1 jam dari rumahmu, sampai di sini lantas pulang.”
Hanya gelengan kepala Erik yang kemudian membalas ucapan Rara. Seketika laju kendaraan berjalan, namun sepanjang perjalanan, ia hanya bisa terpaku pada fikiranya yang kian berkelahi. Di sisi lain ia memikirkan tentang kekecewaanya, di sisi lain ia memikirkan tentang organisasinya serta Doni yang selalu salah paham tentangnya. Maklum Doni adalah saingannya dalam pencalonan ketua organisasi pemuda sedekah, dan saat ini ia menjabat sebagai wakil ketua, namun selalu berbeda pandang tentang kebijakan Erik, maklum lah karena sifat Doni yang selalu menggap serius tentang keadaan, sedangkan Erik memiiki sifat yang sedikit humoris dan mungkin hal itu yang menggantarkan Erik menjadi seorang ketua organisasi pemuda sedekah. Selain itu konsep sedekah menurut Doni haruslah menggunakan materi sedangkan menurut Erik Sedekah tak harus menggunakan materi.
Organisasi Pemuda Sedekah ini sebetulnya telah di rintis satu tahun yang lalu, tujuan organisasi ini adalah menghimpun sedekah dari pemuda-pemuda kampus yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat. Sebuah organisasi yang memiliki tujuan mulia memang, di saat berdiri sebuah organisasi pemuda yang rata-rata bermuatan politik meski dengan embel-embel untuk kepentingan masyarakat tapi nyatanya untuk kepentingan diri mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah dengan muka yang sedikit di tekuk, dan tetes keringat yang kian membasahi pipi, serta dahi yang sedikit berkerut menadakan persoalan yang kian menyerang fikiranya. Seakan ia ingin menyerah saja, namun terhalang oleh imannya. Memang manusia hidup bukan hanya dengan logikanya saja akan tetapi manusia harus mampu bangkit dengan keyakinannya maka dari itu Allah telah memberikan hati untuk memperkuatnya.
“Hemmmz ya sudah lah, hidup ini memang berwarna, hidup ini juga punya ribuan cita rasa, Aku harus mampu menerimanya.” grutu Erik menghibur diri.
Tiga hari telah berlalu, semenjak kejadian itu sesekali Erik mencoba menghubungi Doni, namun sayang seakan pesan itu bagai sampah yang terkirim namun terbuang. Di sisi lain Erik harus berjuang untuk mempererat anggotanya kembali, jangan sampai sebuah organisasi yang mereka himpun dengan susah payah lantas hancur hanya soal perbedaan persepsinya saja.
Namun bagaimana Erik akan merajut tali itu sedangkan tali yang akan disambung tak pernah bertemu, bagai pengharap yang tinggi namun ditinggal pergi bukan!.
“Rasa-rasanya hidup ini bagai panggung sandiwara yang kejam, yang menjayakan sebagian dan memiskinkan sebagian.” Grutu Erik.
Mungkin sebuah pertemuan akan menyelesaikan semuanya, dan dengan pertemuan sebuah rindu akan terobati dan Erik berharap sebuah permasalahan akan terselesaikan. Namuan selama ia mengenal Doni ia belum pernah sekalipun mengetahui letak rumah Doni. Erik kemudian ingat bahwa Rara adalah salah satu teman SMA Doni dan Rara pasti tahu alamat rumah Doni.
“Ra, boleh aku meminta alamat rumah Doni?” isi pesan singkat Erik pada Rara.
“Jl. AH. Nasution No 10. Metro Timur Rik.” balas pesan itu.
Tanpa membuang waktu, Erik lantas menuju alamat yang diberikan, sesampainya disana, tampak Doni ada didalam rumah.
“Don, Doni!!” 
“Ya sebentar, Ngapain kau kesini siput, kau tau organisasi kita sudah hancur puas kau”
“Sebentar Don, Kita bisa bicarakan ini baik-baik”
“Ahh sudah lah”
Doni lantas masuk meningalkan Erik, meski Erik juga di liputi rasa Amarah namun ia mencoba menahanya. Baginya tak pantas Api ia balas dengan Api, meski  api itu nyatanya telah membakar dirinya dan hampir saja kayu-kayu kesabaranya telah habis menjadi abu. Langkah demi langkah ia mulai tinggalkan.
“Nak, kamu yang menolongku kemarin kan? sini masuk?
 Erik pun menoleh sumber suara itu tampak nenek-nenek dengan rambut yang telah beruban serta kulit yang sedikit tak lagi menyatu dengan daging namun masih tegap badannya dan berjalan perlahan menggunakan tongkat, tampak kaki kanannya di angkat dan terperban.
“Nenek? apa kabar Nek sudah baikan?Ucap Erik sambil menghampiri nenek tersebut dan mencium tangannya.
“Ayo masuk? ajak nenek itu.
“Iya Nek.” ucap Erik.
Namun Erik masih saja diam di tempat, ia berfikir sesaat berarti nenek ini neneknya Doni, bagimana bisa dunia ini terlalu sempit dan bertemu dengan dua insan yang berbeda yang tinggal dalam satu atap yang sama. Dimana Doni dengan karakter kerasnya sedang nenek itu dengan karakter lembutnya.
“Ayo masuk” Suara nenek itu melambaikan tangannya kembali.
Dengan perasaan yang tak enak hati Erik mulai kembali melangkahkan kakinya, sebab sebelumnya ia telah di usir oleh Doni dan saat ini ia harus kembali. Namun ia merasa tak begitu sopan bila menolak permintaan nenek itu.
“Don, Doni, sini Nak?”
Seketika Doni datang dan tetap menatap Erik tajam.
Kenapa kau masih disini pulang sana?
Huss, kamu tau dia ini yang telah menyelamatkan nenek kemarin.
Seketika tatapan Doni berubah pada Erik, ia tak lagi menatapnya seperti seekor singa yang menatap mangsanya namun seperti seorang prajurit menatap rajanya. Dengan mengulur kan tangan.
“Maafkan aku Rik, aku telah salah paham padamu, dan terimakasih telah menyelamatkan nenek ku”
“Iya Don, maafkan juga atas keterlambatanku kemarin”
Setelah itu barulah Erik mengetahui banyak tentang Doni, ia sebetulnya orang yang baik namun karena kematian kedua orang tuanya ia berubah menjadi seperti ini dan juga Erik mulai tahu, kenapa Doni selalu menuntut tepat waktu dalam pertemuan, karena ia memang harus bekerja untuk memenuhi kehidupanya dan perkuliahanya. Memang benar yang terlihat mata tak selamanya menggambarkan keadaanya, dan kehidupan ini selalu memberi teka-teki akan hal itu.
Dua hari setelah pertemuan itu, Erik dan Doni selalu terliat kompak berbanding terbalik dengan keadaan sebelumnya. Meski tetap saja memiliki sifat yang berbeda mereka mulai memahami satu sama lain sehingga program-program organisi kini mulai dijalankan, dan tak butuh waktu lama, organisasi pemuda sedekah ini. Mulai terkenal di lingkungan kampus. dan dapat bermanfaat bagi lingkungan kampus sekitar. 

Profil Penulis :
Nama asli Muid Sidik,  Ia adalah lulusan jurusan syariah, prodi ekonomi islam IAIN Metro Lampung. Saat ini ia tertarik dalam dunia literasi sastra yang menurutnya sangat indah bila dilakukan serta menekuni bidang desain grafis. FB. Muid Sidik. IG : muid_Sidik Email.muidsidik95@gmail.com. Nomer HP.085669895100