Rabu, 11 Maret 2015

objek jual beli



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadis ekonomi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tentang penggunaan hadis sebagai dasar dalam kegiatan perekonomian. Salah satu hal yang dikajinya adalah mengenai objek jual beli. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa terlepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangatlah beragam sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhimya dan harus berhubungan dengan orang lain. Salah satunya adalah dengan menggunakan transaksi jual beli. Jual beli merupakan menukar suatu harta dengan harta, harta disini disebut dengan objek dalam jual beli. Objek jual beli merupakan hal yang sangat vital dalam transaksi jual beli, karena jika objek tersebut tidak jelas ataupun tidak ada maka akan berpengaruh besar terhadap transaksi  tersebut.
Mengingat hal diatas memberikan pengaruh yang sangat signifikan dan sangat penting untuk dikaji maka penulis mencoba mengembangkan pola fikir untuk membuat makalah dengan judul “Objek Jual Beli” yang dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan serta membantu pembaca dalam proses pembelajaran khususnya mengenai hal tersebut. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan objek jual beli?
2.      Apa saja yang termasuk ke dalam objek jual beli?
3.      Bagaimana penjelasan dalam hadis objek jual beli?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memberikan pemaahaman dasar kepada pembaca tentang pengertian objek jual beli.
2.      Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca secara detail mengenai apa yang termasuk kedalam objek jual beli.
3.      Untuk memberikan pemahaman kepada secara lanjut mengenai penjelasan hadis tentang objek jual beli.



BAB II
PEMBAHASAH
\
1.    Pengertian Jual Beli
Jual beli mempunyai pengertian yang cukup luas baik secara umum maupun secara khusus. Secara umum jual beli merupakan suatu transaksi tukar menukar barang ataupun harta antara penjual dengan pembeli. Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Sedangkan pengertian jual beli secara khusus memiliki banyak arti dari beberapa pendapat antara lain:
a.     Ulama Hanafiah
Menyatakan bahwa jual beli mempunyai dua arti yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum adalah jual beli adalah tukar-mrnukar harta menurut cara yag khusus, harta mencakup (zat barang) atau uang. Sedangkan pengertian khususnya adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.
b.    Ulama Malikiyah
Ulama Malikiyah juga menyatakan bahwa jual beli mempunyai dua arti yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan. Sedangkan pengertian khususnya adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bkan utang.
c.       Ulama Syafi’iyah
Jual beli menurut syara’ adalah suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memeperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya. [1][1]

d.    Ulama Hanabilah
Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta dengan harta, atau tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut dapat diambil inti sari bahwa:
1)        Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.
2)        Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek jual beli bukan hanya barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan untuk sementara. Dengan demikian, ijarah (sewa menyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaat digunakan untuk sementara, yaitu selama waktu yang ditetapkan dalam perjanjian. Demikian pula ijarah yang dilakukan timbal balik (saling pinjam), tidak termasuk jual beli, karena pemanfaatannya hanya berlaku sementara waktu.[2][2]

2.    Pengertian objek jual beli
Suatu benda yang dikenai pekerjaan disebut dengen objek. Objek dalam jual beli merupakan hal terpenting  yang harus ada dalam transaksi jual beli. karena objek tersebut  termasuk ke dalam rukun jual beli yang keempat. Objek jual beli disebut juga dengan ma’qud ‘alaih adalah objek tansaksi, suatu di mana transaksi dilakukan di atasnya, sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu. Ma’qud ‘alaih bisa berupa aset-aset finansial (sesuatu yang bernialai ekonomis) ataupun aset non finansial, seperti wanita dalam akad pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam akad ijarah (sewa).
Adapun syarat yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
v  Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserah terimakan dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
v  Mengetahui objek yang diperjual belikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.[3][3]
Adapun kriteria objek transaksi menurut syarat in’iqad adalah sebagai berikut:
v  Objek transaksi harus ada ketika akad dilakukan, tidak sah melakukan transaksi atas barang yang tidak wujud (ma’dum), seperti menjual susu yang masih berada dalam perahan, dan lainnya. Berbeda dengan jual beli salam dan istishna’.
v  Objek transaksi merupakan harta yang diperbolehkan oleh syara’(mal mutaqawwim) yakni harta yang memiliki nilai manfaat bagi manusia dan memungkinkan untuk disimpan serta diperbolehkan oleh syara’. Tidak boleh melakukan perdagangan atas manusia merdeka, bangkai, darah, miras, narkoba, babi dan lainnya.
v  Objek transaksi berada dalam kepemilikan penjual, tidak boleh menjual barang yang berada dalam kepemilikan orang lain atau berada dalam alam bebas.
v  Objek transaksi bisa diserah terimakan ketika atau setelah akad berlangsung. Tidak boleh menjual barang yang berada dalam kepemilikan penjual tapi tidak bisa diserah terimakan.[4][4]


3.    Hadis Tentang Objek Jual Beli

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: ( إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَام فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَرَأَيْتَ شُحُومَ اَلْمَيْتَةِ, فَإِنَّهُ تُطْلَى بِهَا اَلسُّفُنُ, وَتُدْهَنُ بِهَا اَلْجُلُودُ, وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا اَلنَّاسُ? فَقَالَ: لَا هُوَ حَرَامٌ , ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَ: قَاتَلَ اَللَّهُ اَلْيَهُودَ, إِنَّ اَللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ, ثُمَّ بَاعُوهُ, فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya :
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: "Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala." Ada orang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat baginda tentang lemak bangkai karena ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?. Beliau bersabda: "Tidak, ia haram." Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan atas mereka (jual-beli) lemak bangkai mereka memprosesnya dan menjualnya, lalu mereka memakan hasilnya."  (H.R. Muttafaqun Alaihi).


وَعَنِ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ شِرَاءِ مَا فِي بُطُونِ اَلْأَنْعَامِ حَتَّى تَضَعَ, وَعَنْ بَيْعِ مَا فِي ضُرُوعِهَا, وَعَنْ شِرَاءِ اَلْعَبْدِ وَهُوَ آبِقٌ, وَعَنْ شِرَاءِ اَلْمَغَانِمِ حَتَّى تُقْسَمَ, وَعَنْ شِرَاءِ اَلصَّدَقَاتِ حَتَّى تُقْبَضَ, وَعَنْ ضَرْبَةِ اَلْغَائِصِ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ, وَالْبَزَّارُ, وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيف
Artinya :
Dari Abu Said al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang melakukan jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan, susu yang masih berada dalam teteknya, seorang hamba yang melarikan diri, harta rampasan yang belum dibagi, zakat yang belum diterima, dan hasil seorang penyelam.” (H.R Ibnu Majah dan al-Bazzar. Daruquthni juga meriwayatkan dengan sanad lemah).


وَعَنِ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَشْتَرُوا اَلسَّمَكَ فِي اَلْمَاءِ; فَإِنَّهُ غَرَرٌ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَشَارَ إِلَى أَنَّ اَلصَّوَابَ وَقْفُهُ 
Artinya:
Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah membeli ikan dalam air karena ia tidak jelas." (H.R. Ahmad Ia memberi isyarat bahwa yang benar hadits ini mauquf).[5][5]


وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ اَلْمُحَاقَلَةِ, وَالْمُزَابَنَةِ, وَالْمُخَابَرَةِ, وَعَنْ اَلثُّنْيَا, إِلَّا أَنْ تُعْلَمَرَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا اِبْنَ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ
Artinya:
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan borongan yang masih samar ukurannya), muzabanah (menjual buah yang masih segar dengan yang sudah kering dengan sukatan), mukhobarah (menyewakan tanah untuk ditanami tumbuhan dengan syarat si pemilik tanah mendapat keuntungan setengah atau lebih dari hasilnya), dan tsunaya (penjualan dengan memakai pengecualian), kecuali jika ia jelas. Riwayat Imam Lima kecuali Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Tirmidzi.



4.    Kata Kunci

·      حَرَّمَ بَيْعَ                        : Melarang jual-beli
·      اَلْخَمْرِ                             : Minuman keras atau setiap yang memabukkan
Minuman keras identik dengan minuman yag beralkohol. Alkohollah yang merupakan zat yang berbahaya dalam tubuh bila dikonsumsi. Minuman beralkohol adalah minuman yang menandung zat etanol, zat psikoatif bila dikonsumsi akan mngakibatkan kehilangan kesadaran.
·      الْمَيْتَةِ                : Bangkai
·      الْخِنْزِيرِ           : Babi
Tidak diperbolehkan memperjual belikan  hewan yang dihukumkan najis, seperti babi dan anjing. Dikecualikan anjing yang dimanfaatkan untuk buruan.
·      الْأَصْنَام          : Berhala
Patung atau berhala adalah persembahan yang bukan persembahan orang islam.
·      اَلسَّمَكَ فِي اَلْمَاءِ : Ikan dalam air
Menjual beli ikan dalam air termasuk kedalam jual beli gharar.
·      اَلْمَضَامِينِ        : Anak hewan dalam kandungan
Menjual beli anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya. Jual beli jenis ini dilarang kerana anak binatang itu masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan.
·      الْمَلَاقِيحِ          : Mani ternak jantan
Hara hukumnya menjual sperma binatang, seperti mengahwinkan lembu jantan dan lembu betina demi mendapatkan keturunan.
·      عَنِ اَلْمُحَاقَلَةِ     : Muhaqalah
Muhaqalah  adalah menjual belikan tanaman yang masih berada di ladang atau sawah adalah dilarang karana adanya kebarangkalian berlakunya riba.
·      الْمُخَاضَرَةِ         : Menjual buah-buahan yang belum masak yang     belum tentu bisa     dimakan
Menjual belikan buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang. Seperti yang dijelaskan sebelum  ini kerana ketidak tentuannya yang  berkemungkinan buah-buahan tersebut ditiup angin kencang atau tidak masak kerana pokoknya itu mati. Hal seperti ini menyebabkan pembelinya tidak dapat memperoleh buah-buahan yang dibelinya pada tempoh masa yang ditentukan.
·      الْمُلَامَسَةِ           : Menjual sesuatu dengan hanya menyentuh
Menjual belikan secara sentuhan adalah dilarang di dalam Islam. Contohnya jika seseorang itu menyentuh barang tersebut maka ia dikira sebagai membeli barangan tersebut. Jual beli seperti ini akan menyebabkan pembeli mengalami kerugian.
·      الْمُنَابَذَةِ              : Membeli sesuatu dengan sekedar lemparan
Menjual belikan dengan melempar barangan yang ingin dijual. Apa sahaja yang dilemparkan oleh penjual akan disambut oleh pembeli. Tanpa mengetahui apa yang akan disambut oleh pembeli, ini bisa mengakibatkan penipuan dan sebagainya.
·      الْمُزَابَنَةِ             : Muzabanah
Menjual beli buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang kering dengan harga padi yang basah adalah dilarang. Karena padi yang basah akan mengakibatkan timbangan menjadi berat dan wujud unsure penipuan dalam transaksi ini.[6][6]

5.    Syarah Hadis
Persoalan halal dan haram dalam islam kadang mudah dipahami dan juga kadang sulit dimengerti. Menjadi mudah ataupun sulit dikarenakan oleh peneliti islam zaman sekarang mungkin bisa disebut terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan yang terlalu berpihak pada barat, maupun golongan yang terlalu kaku sehingga banyak yang melupakan Al Quran dan Hadist. Golongan pertama ini menganggap bahwa apa yg diharaman oleh barat berarti diharamkan oleh islam, dan yang dihalalkan oleh barat berarti dihalalkan oleh islam. Golongan yang kedua adalah orang yang terlalu kaku dalam menilai halal dan haram, apa-apa yang tertulis di buku-buku / kitab-kitab berarti itu islam, pemikirannya tidak bisa menerima perubahan sedikitpun. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita menjadi kebingungan dalam menentukan antara halal dan haram.
Haram adalah perkataan lawan kepada halal. Ia diistilahkan sebagai ketentuan hukum iaitu sesuatu yang dilarang oleh syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan dapat pahala jika meninggalkannya. Kita disuruh oleh Allah supaya menjauhi segala benda barangan sama ada dari segi zatnya hasilnya kerana perkara tersebut menjadi penghalang kepada doa kita sekaligus boleh menggelapkan hati kita daripada melakukan perkara yang baik serta boleh membawa kita kepada neraka akhirat kelak.
Dalam keempat  hadis diatas dijelaskan bahwa objek jual beli yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi dan binatang yang disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain telah dihukumkan najis oleh agama juga  tidak halal sama sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak atau dalam keadaan darurat karena akan  mendatangkan keburukan  atau mudorot kepada kesehatan jika memakannya. Selain itu melakukan jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan  juga tidak diperbolehkan karena menjual beli anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya  mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini  dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai kepastian yang jelas atau  unsure gharar (ketidakpastian atau samar). Hal tersebut sama halnya dengan membeli ikan dalam air karena. Susu  yang masih berada dalam teteknya, seorang hamba yang melarikan diri, harta rampasan yang belum dibagi, zakat yang belum diterima, dan hasil seorang penyelam juga merupakan jual beli yang haram untuk dilakukan karena itu menyangkut kedalam hal kepemilikan.
Didalam hadis yang terakhir dijelaskan bahwa Muhaqalah  adalah menjual belikan tanaman yang masih berada di ladang atau sawah adalah dilarang karana adanya kebarangkalian berlakunya riba. Menjual belikan buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang. Seperti yang dijelaskan sebelum  ini kerana ketidak tentuannya yang  berkemungkinan buah-buahan tersebut ditiup angin kencang atau tidak masak kerana pokoknya itu mati. Hal seperti ini menyebabkan pembelinya tidak dapat memperoleh buah-buahan yang dibelinya pada tempoh masa yang ditentukan.
Menjual belikan dengan melempar barangan yang ingin dijual. Apa sahaja yang dilemparkan oleh penjual akan disambut oleh pembeli. Tanpa mengetahui apa yang akan disambut oleh pembeli, ini bisa mengakibatkan penipuan dan sebagainya Menjual beli buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang kering dengan harga padi yang basah adalah dilarang. Karena padi yang basah akan mengakibatkan timbangan menjadi berat dan wujud unsure penipuan dalam transaksi jual beli. 
Oleh karena itu seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-batasan syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan. Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli.

6.      Kandungan Hadis
Dari keempat hadis diatas maka diperoleh kandungan hadis sebagai berikut:
·         Objek dalam jual beli selain dapat berupa barang halal juga dapatberupa barang haram dan sesungguhnya Allah telah menerangkan secara jelas bagaimana barang haram tersebut didalam hadis.
·         Objek jual beli yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi dan binatang yang disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain telah dihukumkan najis oleh agama juga  tidak halal sama sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak atau dalam keadaan darurat karena akan  mendatangkan keburukan  atau mudorot kepada kesehatan jika memakannya.
·         Hukum jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan  juga tidak diperbolehkan karena menjual beli anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya  mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini  dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai kepastian yang jelas atau unsur gharar (ketidakpastian atau samar). Hal tersebut sama halnya dengan membeli ikan dalam air.[7][7]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Objek jual beli disebut juga dengan ma’qud ‘alaih adalah objek tansaksi, suatu di mana transaksi dilakukan di atasnya, sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu. Yang termasuk kedalam objek jual beli atau ma’qud ‘alaih bisa berupa aset-aset finansial (sesuatu yang bernialai ekonomis) ataupun aset non finansial, seperti wanita dalam akad pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam akad ijarah (sewa). Objek jual beli juga dapat berupa barang haal dan barang haram. Yang dimaksud barang halal disini adalah  barang yang diperbolehkan oleh syara’ dalam jual beli dan tidak mengandung unsur merugikan, sedangkan yang dimaksud barang haram disini adalah barang yang tidak boleh secara syara’ dapat dijadikan objek daripada jual beli.
Dalam hadis menerangkan bahwa dalam jual beli selain dapat berupa barang halal juga dapatberupa barang haram dan sesungguhnya Allah telah menerangkan secara jelas bagaimana barang haram tersebut didalam hadis. Objek jual beli yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi dan binatang yang disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain telah dihukumkan najis oleh agama juga  tidak halal sama sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak atau dalam keadaan darurat karena akan  mendatangkan keburukan  atau mudorot kepada kesehatan jika memakannya.
Hukum jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan  juga tidak diperbolehkan karena menjual beli anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya  mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini  dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai kepastian yang jelas atau unsur gharar (ketidakpastian atau samar).


DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Wardi Muslich Ahmad. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Djuwain Dimyauddin. 2008.  Pengantar  fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hidayat Dani. 2008. Kitab Bulughul Maram.           
http://ibnyusof.blogspot.com/2010/02/jual-beli-yang-dilarang-dari-perspektif.html



http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif



[1][1] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat; Akad Jual Beli, 2010, hlm,173.
[2][2] Ibid . hal. 177
[3][3] Dimyauddin Djuwaini. Pengantar fiqh; Ma’qud ‘alaih (objek transaksi). 2008. hal. 57-58
[4][4] Dimyauddin Djuwaini. Pengantar fiqh; Syarat In’iqad. 2008. hal. 74-75
[5][5] Dani Hidayat . Kitab Bulughul Maram; Bab Jual Beli No: 801, 843, 845. 2008
[6][6] http://ibnyusof.blogspot.com/2010/02/jual-beli-yang-dilarang-dari-perspektif.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar