BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadis
ekonomi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tentang penggunaan hadis
sebagai dasar dalam kegiatan perekonomian. Salah satu hal yang dikajinya adalah
mengenai objek jual beli. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa terlepas
untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangatlah beragam sehingga terkadang secara pribadi ia tidak
mampu untuk memenuhimya dan harus berhubungan dengan orang lain. Salah satunya
adalah dengan menggunakan transaksi jual beli. Jual beli merupakan menukar
suatu harta dengan harta, harta disini disebut dengan objek dalam jual beli.
Objek jual beli merupakan hal yang sangat vital dalam transaksi jual beli,
karena jika objek tersebut tidak jelas ataupun tidak ada maka akan berpengaruh
besar terhadap transaksi tersebut.
Mengingat
hal diatas memberikan pengaruh yang sangat signifikan dan sangat penting untuk
dikaji maka penulis mencoba mengembangkan pola fikir untuk membuat makalah
dengan judul “Objek Jual Beli” yang
dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan serta
membantu pembaca dalam proses pembelajaran khususnya mengenai hal
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan objek jual beli?
2.
Apa saja
yang termasuk ke dalam objek jual beli?
3.
Bagaimana
penjelasan dalam hadis objek jual beli?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memberikan pemaahaman dasar kepada pembaca tentang pengertian objek jual beli.
2.
Untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca secara detail mengenai apa yang termasuk kedalam objek
jual beli.
3.
Untuk
memberikan pemahaman kepada secara lanjut mengenai penjelasan hadis tentang
objek jual beli.
BAB II
PEMBAHASAH
\
1. Pengertian
Jual Beli
Jual beli
mempunyai pengertian yang cukup luas baik secara umum maupun secara khusus.
Secara umum jual beli merupakan suatu transaksi tukar menukar barang ataupun
harta antara penjual dengan pembeli. Menjual adalah memindahkan hak milik
kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Sedangkan
pengertian jual beli secara khusus memiliki banyak arti dari beberapa pendapat
antara lain:
Menyatakan
bahwa jual beli mempunyai dua arti yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian
jual beli yang umum adalah jual beli adalah tukar-mrnukar harta menurut cara
yag khusus, harta mencakup (zat barang) atau uang. Sedangkan pengertian
khususnya adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan
semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara
yang khusus.
b.
Ulama
Malikiyah
Ulama
Malikiyah juga menyatakan bahwa jual beli mempunyai dua arti yaitu arti umum
dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain
manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan. Sedangkan pengertian
khususnya adalah akad mu’awadhah
(timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan,
bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya
jelas dan bkan utang.
c.
Ulama
Syafi’iyah
Jual beli
menurut syara’ adalah suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan
harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memeperoleh kepemilikan
atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya. [1][1]
d.
Ulama
Hanabilah
Pengertian
jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta dengan harta, atau
tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu
selamanya, bukan riba dan bukan utang.
Dari definisi
yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut dapat diambil inti sari bahwa:
1)
Jual beli
adalah akad mu’awadhah, yakni akad
yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan
pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.
2)
Syafi’iyah
dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek jual beli bukan hanya barang (benda),
tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan untuk
sementara. Dengan demikian, ijarah
(sewa menyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaat digunakan untuk
sementara, yaitu selama waktu yang ditetapkan dalam perjanjian. Demikian pula ijarah yang dilakukan timbal balik
(saling pinjam), tidak termasuk jual beli, karena pemanfaatannya hanya berlaku
sementara waktu.[2][2]
2. Pengertian
objek jual beli
Suatu benda
yang dikenai pekerjaan disebut dengen objek. Objek dalam jual beli merupakan
hal terpenting yang harus ada dalam
transaksi jual beli. karena objek tersebut
termasuk ke dalam rukun jual beli yang keempat. Objek jual beli disebut
juga dengan ma’qud ‘alaih adalah
objek tansaksi, suatu di mana transaksi dilakukan di atasnya, sehingga akan
terdapat implikasi hukum tertentu. Ma’qud ‘alaih bisa berupa aset-aset
finansial (sesuatu yang bernialai ekonomis) ataupun aset non finansial, seperti
wanita dalam akad pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam
akad ijarah (sewa).
Adapun
syarat yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
v Objek jual beli harus suci, bermanfaat,
bisa diserah terimakan dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
v Mengetahui objek yang diperjual
belikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’
atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
Tidak
memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu
tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.[3][3]
Adapun
kriteria objek transaksi menurut syarat in’iqad adalah sebagai berikut:
v Objek transaksi harus ada ketika
akad dilakukan, tidak sah melakukan transaksi atas barang yang tidak wujud
(ma’dum), seperti menjual susu yang masih berada dalam perahan, dan lainnya.
Berbeda dengan jual beli salam dan istishna’.
v Objek transaksi merupakan harta yang
diperbolehkan oleh syara’(mal mutaqawwim)
yakni harta yang memiliki nilai manfaat bagi manusia dan memungkinkan untuk
disimpan serta diperbolehkan oleh syara’. Tidak boleh melakukan perdagangan
atas manusia merdeka, bangkai, darah, miras, narkoba, babi dan lainnya.
v Objek transaksi berada dalam
kepemilikan penjual, tidak boleh menjual barang yang berada dalam kepemilikan
orang lain atau berada dalam alam bebas.
v Objek transaksi bisa diserah
terimakan ketika atau setelah akad berlangsung. Tidak boleh menjual barang yang
berada dalam kepemilikan penjual tapi tidak bisa diserah terimakan.[4][4]
3. Hadis
Tentang Objek Jual Beli
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: ( إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَام فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَرَأَيْتَ شُحُومَ اَلْمَيْتَةِ, فَإِنَّهُ تُطْلَى بِهَا اَلسُّفُنُ, وَتُدْهَنُ بِهَا اَلْجُلُودُ, وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا اَلنَّاسُ? فَقَالَ: لَا هُوَ حَرَامٌ , ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَ: قَاتَلَ اَللَّهُ اَلْيَهُودَ, إِنَّ اَللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ, ثُمَّ بَاعُوهُ, فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya :
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota
itu: "Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan
berhala." Ada orang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat baginda
tentang lemak bangkai karena ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki
kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?. Beliau bersabda:
"Tidak, ia haram." Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena
ketika Allah mengharamkan atas mereka (jual-beli) lemak bangkai mereka
memprosesnya dan menjualnya, lalu mereka memakan hasilnya." (H.R. Muttafaqun Alaihi).
وَعَنِ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه (
أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ شِرَاءِ مَا فِي بُطُونِ
اَلْأَنْعَامِ حَتَّى تَضَعَ, وَعَنْ بَيْعِ مَا فِي ضُرُوعِهَا, وَعَنْ شِرَاءِ
اَلْعَبْدِ وَهُوَ آبِقٌ, وَعَنْ شِرَاءِ اَلْمَغَانِمِ حَتَّى تُقْسَمَ, وَعَنْ
شِرَاءِ اَلصَّدَقَاتِ حَتَّى تُقْبَضَ, وَعَنْ ضَرْبَةِ اَلْغَائِصِ )
رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ, وَالْبَزَّارُ, وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيف
Artinya :
Dari Abu Said al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam melarang melakukan jual-beli anak yang masih berada dalam
kandungan hewan sebelum dilahirkan, susu yang masih berada dalam teteknya,
seorang hamba yang melarikan diri, harta rampasan yang belum dibagi, zakat yang
belum diterima, dan hasil seorang penyelam.” (H.R Ibnu Majah dan al-Bazzar.
Daruquthni juga meriwayatkan dengan sanad lemah).
وَعَنِ اِبْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَشْتَرُوا اَلسَّمَكَ فِي اَلْمَاءِ;
فَإِنَّهُ غَرَرٌ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَشَارَ إِلَى أَنَّ اَلصَّوَابَ
وَقْفُهُ
Artinya:
Dari Ibnu
Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Janganlah membeli ikan dalam air karena ia tidak
jelas." (H.R. Ahmad Ia memberi isyarat bahwa yang benar hadits ini
mauquf).[5][5]
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ اَلْمُحَاقَلَةِ, وَالْمُزَابَنَةِ, وَالْمُخَابَرَةِ, وَعَنْ اَلثُّنْيَا, إِلَّا أَنْ تُعْلَمَ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا اِبْنَ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ
Artinya:
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu
bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara
muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan borongan yang masih samar
ukurannya), muzabanah (menjual buah yang masih segar dengan yang sudah kering
dengan sukatan), mukhobarah (menyewakan tanah untuk ditanami tumbuhan dengan
syarat si pemilik tanah mendapat keuntungan setengah atau lebih dari hasilnya),
dan tsunaya (penjualan dengan memakai
pengecualian), kecuali jika ia jelas. Riwayat Imam Lima kecuali Ibnu Majah.
Hadits shahih menurut Tirmidzi.
4.
Kata Kunci
·
حَرَّمَ بَيْعَ : Melarang jual-beli
·
اَلْخَمْرِ :
Minuman keras atau setiap yang memabukkan
Minuman keras identik dengan minuman yag beralkohol. Alkohollah yang
merupakan zat yang berbahaya dalam tubuh bila dikonsumsi. Minuman beralkohol
adalah minuman yang menandung zat etanol, zat psikoatif bila dikonsumsi akan
mngakibatkan kehilangan kesadaran.
·
الْمَيْتَةِ :
Bangkai
·
الْخِنْزِيرِ : Babi
Tidak
diperbolehkan memperjual belikan hewan
yang dihukumkan najis, seperti babi dan anjing. Dikecualikan anjing yang
dimanfaatkan untuk buruan.
·
الْأَصْنَام : Berhala
Patung atau
berhala adalah persembahan yang bukan persembahan orang islam.
·
اَلسَّمَكَ فِي اَلْمَاءِ : Ikan dalam air
Menjual beli
ikan dalam air termasuk kedalam jual beli gharar.
·
اَلْمَضَامِينِ : Anak hewan dalam kandungan
Menjual beli
anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya. Jual beli jenis ini
dilarang kerana anak binatang itu masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan.
·
الْمَلَاقِيحِ : Mani ternak jantan
Hara
hukumnya menjual sperma binatang, seperti mengahwinkan lembu jantan dan lembu
betina demi mendapatkan keturunan.
·
عَنِ اَلْمُحَاقَلَةِ : Muhaqalah
Muhaqalah adalah menjual belikan tanaman yang masih
berada di ladang atau sawah adalah dilarang karana adanya kebarangkalian
berlakunya riba.
·
الْمُخَاضَرَةِ :
Menjual buah-buahan yang belum masak yang
belum tentu bisa dimakan
Menjual
belikan buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang. Seperti yang
dijelaskan sebelum ini kerana ketidak
tentuannya yang berkemungkinan
buah-buahan tersebut ditiup angin kencang atau tidak masak kerana pokoknya itu
mati. Hal seperti ini menyebabkan pembelinya tidak dapat memperoleh buah-buahan
yang dibelinya pada tempoh masa yang ditentukan.
·
الْمُلَامَسَةِ :
Menjual sesuatu dengan hanya menyentuh
Menjual belikan
secara sentuhan adalah dilarang di dalam Islam. Contohnya jika seseorang itu
menyentuh barang tersebut maka ia dikira sebagai membeli barangan tersebut.
Jual beli seperti ini akan menyebabkan pembeli mengalami kerugian.
·
الْمُنَابَذَةِ :
Membeli sesuatu dengan sekedar lemparan
Menjual
belikan dengan melempar barangan yang ingin dijual. Apa sahaja yang dilemparkan
oleh penjual akan disambut oleh pembeli. Tanpa mengetahui apa yang akan
disambut oleh pembeli, ini bisa mengakibatkan penipuan dan sebagainya.
·
الْمُزَابَنَةِ :
Muzabanah
Menjual beli
buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang kering
dengan harga padi yang basah adalah dilarang. Karena padi yang basah akan
mengakibatkan timbangan menjadi berat dan wujud unsure penipuan dalam transaksi
ini.[6][6]
5. Syarah Hadis
Persoalan
halal dan haram dalam islam kadang mudah dipahami dan juga kadang sulit
dimengerti. Menjadi mudah ataupun sulit dikarenakan oleh peneliti islam zaman
sekarang mungkin bisa disebut terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan yang
terlalu berpihak pada barat, maupun golongan yang terlalu kaku sehingga banyak
yang melupakan Al Quran dan Hadist. Golongan pertama ini menganggap bahwa apa
yg diharaman oleh barat berarti diharamkan oleh islam, dan yang dihalalkan oleh
barat berarti dihalalkan oleh islam. Golongan yang kedua adalah orang yang
terlalu kaku dalam menilai halal dan haram, apa-apa yang tertulis di buku-buku
/ kitab-kitab berarti itu islam, pemikirannya tidak bisa menerima perubahan
sedikitpun. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita menjadi kebingungan
dalam menentukan antara halal dan haram.
Haram adalah
perkataan lawan kepada halal. Ia diistilahkan sebagai ketentuan hukum iaitu
sesuatu yang dilarang oleh syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan dapat pahala
jika meninggalkannya. Kita disuruh oleh Allah supaya menjauhi segala benda
barangan sama ada dari segi zatnya hasilnya kerana perkara tersebut menjadi
penghalang kepada doa kita sekaligus boleh menggelapkan hati kita daripada
melakukan perkara yang baik serta boleh membawa kita kepada neraka akhirat
kelak.
Dalam
keempat hadis diatas dijelaskan bahwa
objek jual beli yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi
dan binatang yang disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain
telah dihukumkan najis oleh agama juga
tidak halal sama sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak
atau dalam keadaan darurat karena akan mendatangkan
keburukan atau mudorot kepada kesehatan
jika memakannya. Selain itu melakukan
jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan juga tidak diperbolehkan karena menjual beli
anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu
masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak
mempunyai kepastian yang jelas atau
unsure gharar (ketidakpastian atau samar). Hal tersebut sama halnya
dengan membeli ikan dalam air karena. Susu
yang masih berada dalam teteknya, seorang hamba yang melarikan diri,
harta rampasan yang belum dibagi, zakat yang belum diterima, dan hasil seorang
penyelam juga merupakan jual beli yang haram untuk dilakukan karena itu
menyangkut kedalam hal kepemilikan.
Didalam
hadis yang terakhir dijelaskan bahwa Muhaqalah
adalah menjual belikan tanaman yang masih berada di ladang atau sawah
adalah dilarang karana adanya kebarangkalian berlakunya riba. Menjual belikan
buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang. Seperti yang dijelaskan
sebelum ini kerana ketidak tentuannya
yang berkemungkinan buah-buahan tersebut
ditiup angin kencang atau tidak masak kerana pokoknya itu mati. Hal seperti ini
menyebabkan pembelinya tidak dapat memperoleh buah-buahan yang dibelinya pada
tempoh masa yang ditentukan.
Menjual
belikan dengan melempar barangan yang ingin dijual. Apa sahaja yang dilemparkan
oleh penjual akan disambut oleh pembeli. Tanpa mengetahui apa yang akan
disambut oleh pembeli, ini bisa mengakibatkan penipuan dan sebagainya Menjual
beli buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang
kering dengan harga padi yang basah adalah dilarang. Karena padi yang basah
akan mengakibatkan timbangan menjadi berat dan wujud unsure penipuan dalam
transaksi jual beli.
Oleh karena
itu seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan
syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan
batasan-batasan syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang
diharamkan. Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat
urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang
lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek
jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan
disyariatkannya jual beli.
6. Kandungan Hadis
Dari keempat
hadis diatas maka diperoleh kandungan hadis sebagai berikut:
· Objek dalam
jual beli selain dapat berupa barang halal juga dapatberupa barang haram dan
sesungguhnya Allah telah menerangkan secara jelas bagaimana barang haram
tersebut didalam hadis.
· Objek jual
beli yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi dan binatang
yang disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain telah
dihukumkan najis oleh agama juga tidak
halal sama sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak atau dalam
keadaan darurat karena akan mendatangkan
keburukan atau mudorot kepada kesehatan
jika memakannya.
· Hukum
jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum dilahirkan juga tidak diperbolehkan karena menjual beli
anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu
masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak
mempunyai kepastian yang jelas atau unsur gharar (ketidakpastian atau samar).
Hal tersebut sama halnya dengan membeli ikan dalam air.[7][7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Objek jual beli disebut juga dengan ma’qud
‘alaih adalah objek tansaksi, suatu di mana transaksi dilakukan di atasnya,
sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu. Yang termasuk kedalam objek
jual beli atau ma’qud ‘alaih bisa berupa aset-aset finansial (sesuatu yang
bernialai ekonomis) ataupun aset non finansial, seperti wanita dalam akad
pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam akad ijarah (sewa). Objek jual beli juga
dapat berupa barang haal dan barang haram. Yang dimaksud barang halal disini
adalah barang yang diperbolehkan oleh
syara’ dalam jual beli dan tidak mengandung unsur merugikan, sedangkan yang
dimaksud barang haram disini adalah barang yang tidak boleh secara syara’ dapat
dijadikan objek daripada jual beli.
Dalam hadis menerangkan bahwa dalam jual beli selain dapat berupa barang
halal juga dapatberupa barang haram dan sesungguhnya Allah telah menerangkan
secara jelas bagaimana barang haram tersebut didalam hadis. Objek jual beli
yang berupa barang haram meliputi bangkai, arak, daging babi dan binatang yang
disembelih bukan kerana Allah. Barang-barang diatas selain telah dihukumkan
najis oleh agama juga tidak halal sama
sekali untuk dimakan, meskipun kuantiti sedikit banyak atau dalam keadaan
darurat karena akan mendatangkan
keburukan atau mudorot kepada kesehatan
jika memakannya.
Hukum jual-beli anak yang masih berada dalam kandungan hewan sebelum
dilahirkan juga tidak diperbolehkan
karena menjual beli anak binatang yang masih berada dalam perut ibunya mempunyai anggapan bahwa anak binatang itu
masih belum tentu lahir dan tidak kelihatan. Jual beli ini dikategorikan sebagai sesuatu yang tidak
mempunyai kepastian yang jelas atau unsur gharar (ketidakpastian atau samar).
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. H. Wardi Muslich Ahmad. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Djuwain Dimyauddin. 2008. Pengantar
fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hidayat Dani. 2008. Kitab Bulughul Maram.
http://ibnyusof.blogspot.com/2010/02/jual-beli-yang-dilarang-dari-perspektif.html
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich,
Fiqh
Muamalat; Akad Jual Beli, 2010, hlm,173.
Dimyauddin Djuwaini.
Pengantar fiqh;
Ma’qud ‘alaih (objek transaksi). 2008. hal. 57-58
Dimyauddin
Djuwaini.
Pengantar fiqh; Syarat In’iqad.
2008. hal. 74-75
Dani Hidayat .
Kitab Bulughul Maram; Bab
Jual Beli No: 801, 843, 845. 2008
http://ibnyusof.blogspot.com/2010/02/jual-beli-yang-dilarang-dari-perspektif.html